Tegal, radarategal.disway.id - Fakta mengenai suku Jawa mempunyai nasab sambung dengan Nabi Muhammad SAW.
Banyak berita dan sejarah, menceritakan kalau orang Jawa memiliki nasab sambung dengan orang yang mendapat gelar Al-Amin, yakni Nabi Muhammad SAW, rupanya bukan sekedar rumor belaka. Faktanya banyak sejarah mengenai suku Jawa yang memiliki keterkaitan nasab sambung dengan Rasulullah SAW, yang sudah dijelaskan melalui manuskrip kuno yang dipunyai oleh salah satu Pakar Ilmu Fisiologi Ust Menachem Ali dari Universitas Airlangga Surabaya.
Melansir dari radarutara.id dengan Ust Menachem Ali pada kanal YouTube MARETDUATUJUH.
Beliau, saat menjadi narasumber di kanal YouTube itu, mengatakan bahwasanya agama islam dan Jawa sulit untuk dipisahkan. Hal ini ia buktikan dengan keberadaan literasi manuskrip kuno yang berbahan kertas deluwang. Kertas deluwang sendiri adalah sebuah kertas khas Suku Jawa yang berisi paduan huruf besar berbahasa Arab dengan huruf kecil berbahasa Jawa, namun tetap menggunakan aksara Jawa.
Ust Menachem Ali mengatakan, "Jadi antara keislaman dan kejawaan itu tak dapat dipisahkan. karna itulah muncul literasi model seperti ini. Dan buktinya berupa dokumen,"
Adapun sejumlah bukti lain, yang membuktikan jika Islam dan Jawa sulit untuk dipisahkan, yang hal ini ditunjukan langsung oleh Ust Menchem Ali, dengan mengatakan kalau dokumen karya literasi dari rangkuman muhtasor yang bernama Bidayaturohman yang diterbitkan pada tahun 1935 garapan Kiai Saleh Darat yang beliau merupakan penerjemah sekaligus mentor atau guru dari RA Kartini yang dibelinya langsung dari mesir.
Hal yang menarik untuk dibahas bersama Ust Menache Ali adalah, jika berbicara tentang Bani Jawi ada sejumlah dokumen yang harus dilihat. Bani Jawi sendiri menurut Ust Menachem Ali adalah, orang jawa yang tidak dapat dipisahkan dari Islam.
Yang mana, ingatan kolektif dari orang Jawa, sulit untuk dipisahkan dari sosok nenek moyang Suku Jawa 'Aji Saka' (bernama asli Joko Songkolo). Dikatakan bahwa, beberapa manuskirp yang berada di Jawa, Madura, ataupun Sunda, semuanya mengenal nama Aji Saka atau Aji Soko. Hal inilah yang menjadi titik acuan bukti dari sebuah ingatan kolektif, dimana ingatan kolektif itu telah diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya yang akan menjadi bagian dari warisan generasi.
"Dalam manuskrip ini penulisnya adalah Ki Bagus Burhan yang dikenal dengan julukan Ronggo Warsito. Beliau sendiri lahir pada tahun 1802 dan kemudian wafat pada tahun 1873. Sedangkan lembaga nasab yang dikenal dengan nama Robitoh Alawiyah baru didirikan pada tahun 1928. Padahal Ronggo Warsito sebagai penulis Serat Paramayugo itu wafat pada tahun 1873, sekarang pertanyaannya siapa Ronggo Warsito itu?" Tegas Ust Menachem Ali.
Menurut Ust Menachem Ali, Ronggo Warsito mempunyai nama asli Ki Bagus Burhan yang beliau merupakan murid dari Kiai Khasan Basari, yang merupakan pimpinan dari Pondok Pesantren Tegal Sari yang sangat terkenal pada era Belanda.
Kemudian jika dirinci nasabnya, Ki Bagus Burhan itu, adalah anak dari Yosodipuro Surakarta sampai nasab beliau tersambung kepada Joko Tingkir alias Sultan Hadiwijoyo. Sultan Hadiwijoyo atau Joko Tingkir memiliki nasab yang berada di ururtan ke 23 dari Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Sementara itu, kalau kita memahami lebih jauh catatan yang berjudul Serat Paramayoga yang ditulis oleh Ronggo Warsito, menurut Ust Menachem Ali, ada sebuah anama tokoh yang sempat ia sebutkan. Aji Soko, merupakan nama yang Ust Menachem Ali sebut, dimana Aji Soko merupakan keturunan dari Prabu Sarkil. Disebutkan bahwa Aji Soko merupakan datuknya orang-orang Jawa.
Pada akhir teks dari karya itu, Ust Menachem Ali menjelaskan kalau Aji Soko, menjadi ngajawi atau menjadi orang Jawa. Karena itulah, Ust Menachem Ali menarik kesimpulan, jika ingatan kolektif orang Jawa dihubungkan ke Nabi Ismail, tak mungkin jika mereka memeluk agama selain Islam. Karena jika sudah menjadi Suku Jawa atau orang Jawa akan memiliki rasa sebagai keturunan Nabi Ismail.
Namun Ust Menachem Ali menegaskan, kalau orang-orang Jawa harus mencari kitab yang bernama Mila Duniren dan Kitab Jibta Soro yang menjadi acuan oleh Raden Ronggo Warsito. Kitab yang disebutkan pada karya Raden Ronggo Warsito, merupakan bagian dari sebuah petunjuk dari keseluruhan rangkuman sejarah tersebut.
"Kitab Mila Duniren ini kayaknya berbahasa arab. Karena Mila sendiri punya arti kelahiran, sementara Niren merupakan kata yang berasal dari kata nuroin. Jadi bisa disimpulkan Kitab Kelahiran dua Cahaya, ini semua ada kaitannya dengan nasab. Jika tidak dicari nanti, ini akan jadi mukotib atau terputus. Ini bisa menjadi PR bagi Bani Jawi," Kata Ust Menachem Ali, dalam akhir pembahasannya dalam kanal YouTueb MARETDUATUJUH.