"Pengawasan pada sekolah, pondok pesantren dan tempat lainnya mesti lebih ketat. Bersama Kemenag akan kami carikan solusinya. Mislanya nanti kita pasang nomor aduan di semua sekolah dan pondok agar semua berani melapor. Tidak hanya pencabulan, bisa juga bullying dan kejadian tidak sesuai lainnya," jelasnya.
Masyarakat dan orang tua, lanjut Ganjar, saat ini harus lebih waspada. Komunikasi dengan anak harus ditingkatkan. Meski begitu, Ganjar meminta kasus ini tidak dijadikan sentimen negatif pada semua pondok pesantren.
"Ya memang ketika satu dua yang melakukan ini bisa mencoreng semuanya. Tapi banyak juga ponpes yang hebat, bagus dan orang pengen anaknya ke sana. Jadi lebih selektif saja saat memilih pendidikan untuk anak," tambahya.
Ganjar pantas murka. Pasalnya, selama menjabat Gubernur Jateng dua periode ini, Ganjar memberikan perhatian yang sangat besar pada perlindungan anak serta peningkatan kualitas SDM di wilayahnya.
BACA JUGA:Nyanyi di Depan Ganjar, Anak Panti Aisyiyah Kotta Barat Solo Dapat Laptop
Sementara itu, Kapolda Jateng Irjen Pol Ahmad Luthfi mengatakan, belasan santri menjadi korban Wildan. Modusnya, pelaku diajak melakukan hubungan dengan alasan akan dapat karomah. Selain itu, pelaku juga mengelabuhi korban dengan seolah melakukan nikah siri. Namun nikah hanya dilakukan oleh pelaku dan korban.
"Kami akan terus mengembangkan kasus ini, karena tidak memungkinkan ada korban lain. Pelaku kami jerat dengan undang-undang perlindungan anak dengan hukuman penjara maksimal 15 tahun. Bisa juga lebih karena kejadiannya berulang," ucap Luthfi. *