TEGAL, radartegal.com - Rencana Pemerintah untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) mendapatkan penolakan dari sejumlah pihak. Salah satunya dari kalangan nelayan di Pantura Jawa.
Mereka khawatir, kenaikkan harga BBM akan membuat biaya perbekalan untuk melaut membengkak. Padahal harga ikan belum stabil.
Ketua DPD HNSI Jawa Tengah Riswanto pun mendesak pemerintah. Menurutnya, pemerintah wajib memastikan nelayan tetap bisa mendapatkan perlindungan dan akses BBM bersubsidi.
Hal itu, ungkap Riswanto, sangat penting demi keberlangsungan usaha sektor kelautan dan perikanan. Riswanto mengungkapkan selama ini nelayan sangat bergantung pada BBM subsidi.
Riswanto merinci 70 persen kebutuhan operasional melaut nelayan menggunakan pertalite dan solar untuk kapal di bawah 30 GT. Itulah mengapa nelayan sangat keberatan dengan rencana kenaikan harga BBM subsidi.
"Untuk kebutuhan BBM bersubsidi di sektor kelautan dan perikanan sangat dinamis. Tergantung lama melaut, kapasitas PK mesin yang digunakan, dan jumlah mesin yang ada di atas kapal serta ukuran GT kapalnya," katanya.
Riswanto mengungkapkan rencana kenaikan harga BBM bersubsidi ini juga membuat nelayan resah. Seperti biasanya, naiknya harga BBM otomatis akan diikuti harga-harga lainnya.
Termasuk harga bahan pokok perbekalan yang menjadi kebutuhan selama melaut. Riswanto mengatakan regulasi dan dasar hukum BBM bersubsidi untuk nelayan saat ini sudah diatur Peraturan Presiden 191/2014 tentang Penyediaan Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Ada juga aturan turunanya, yakni Permen KP 71/Kepmen-KP/2016, Peraturan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap 1/Per-DJPT/2018, Peraturan Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi No.17 tahun 2019 dan Permen KP No. 29/Permen-KP/2020.
"Nelayan yang mendapatkan BBM bersubsidi dari Pemerintah diatur untuk skala kecil kapal ukuran 0-7 GT, 8-30 GT," tandasnya.
Untuk saat ini saja, kata Riswanto, ketika nelayan skala kecil yang mendapatkan BBM bersubsidi pendapatannya tidak menentu. Terkadang untuk melaut saat kondisi lancar, tanpa ada kerusakan saja belum tentu dapat hasil.
Ini diperparah dengan harga ikan di tempat pelelangan ikan (TPI) tidak ada kenaikan dan cenderung menurun. "Selama ini tidak ada keseimbangan harga ikan dengan biaya kenaikan kebutuhan pokok untuk perbekalan."
"Dengan BBM bersubsidi nelayan skala kecil dengan ukuran di bawah 30 GT sangat terbantu dan masih bisa bertahan di tengah kondisi yang saat ini tidak ada kepastian usaha," tandasnya.
Riswanto mencontohkan di beberapa daerah untuk melaut selama seminggu, kapal ukuran 28 GT membutuhkan BBM sebanyak 1.500 liter. Harganya Rp5.159 per liternya.
Kemudian, ditambah ongkos angkut Rp50 per liternya, sehingga pemilik kapal membeli seharga Rp5.200. Total biaya untuk pembelian BBM solar subsidi saja sekitar Rp7,8 juta.