Dia hanya bertiga dengan sang ibu dan anaknya di rumah itu.
Enam bulan kemudian Iif kena Covid lagi. Untuk kali kedua. Tidak seberat yang pertama.
Kali ini dia merasa kena Covid lagi. Untuk yang ketiga.
"Sudah tes?"
“Belum".
"Kok tahu kena Covid?“
“Saya kan tahu rasa kena Covid itu seperti apa".
"Kenapa tidak pergi tes?“
“Itu sama dengan menyuruh saya masuk RS. Lantas siapa yang jaga ibu?"
Iif ternyata sudah pandai menulis. Setelah membaca Disway kemarin, dia langsung mengirim tulisan ini:
Omicron di sini merebak hampir gantian menulari.
Awalnya kupikir hanya flu biasa. Terus ingat-ingat saya kan nggak habis minum es, kok flu-nya separah ini? Cairan di hidung (ingus) meluncur bebas seperti air saja. Gak ada kentalnya seperti cairan flu pada umumnya.
Entah habis berapa pak tisu. Dengan tisu itu saya bisa menahan ingus cair itu agar tidak meluncur bebas. Napas jadi berat. Waktu Salat Asar, pas ruku ingus menetes ke sajadah. Walau tidak najis tapi sajadah itu kuganti juga.
Itu berlangsung lama: dari selepas duhur hingga selepas asar.
Panik? Tidak sih... Hanya risau mengatur gerak tangan. Posisi pun seperti sayap mengepak, agar paru tetap teraliri oksigen. Nafas terasa berat. Kupancing dengan bersendawa/tengkurap seperti orang habis makan. Berulang-ulang. Untungnya, sudah biasa. Saya, kalau bersin memang gak cukup sekali. Sangat membantu. Jadi agak plong.
Setelah itu berasa sekali sirkulasi oksigen lancar. Aliran darah seperti berebut menyerbu paru.