Sang putri memang dikabarkan dipanggil KPK. Sekarang ini. Soal yang sama. Tapi Paulus membantah itu. Tidak ada satu pun surat panggilan untuk Paulin.
Paulin aman. Paulus pun aman. Biar pun kini ada perjanjian ekstradisi yang ditandatangani Presiden Jokowi dan PM Lee Hsien Loong Selasa lalu. Apalagi kalau Paulus sudah benar-benar menjadi warga Singapura.
Atau tidak bisa aman. Perjanjian ekstradisi itu berlaku mundur: mencakup tindakan 18 tahun sebelumnya.
Media di Hongkong juga menyebutkan kewarganegaraan Paulus tidak berpengaruh. Dalam perjanjian ekstradisi itu berlaku: kan masih warga negara Indonesia saat tindakan kriminal itu dilakukan.
Hebat sekali.
Kalimat-kalimat heroik pun mewarnai jagat media awal pekan ini: terkait keberhasilan Presiden Jokowi merebut kedaulatan udara di atas Riau Kepulauan (Disway 26/1/2022). Juga atas keberhasilan membuat Singapura mau menandatangani perjanjian ekstradisi.
Dengan demikian penjahat yang ngumpet di Singapura bisa ditangkap di sana. Untuk dikirim balik ke Indonesia. Dan sebaliknya kalau ada.
Sebenarnya Presiden SBY juga sudah menandatangani perjanjian ekstradisi dengan Singapura. Tahun 2007 lalu. Tapi perjanjian itu tidak diratifikasi oleh DPR saat itu. DPR tidak setuju. Perjanjian itu pun batal berlaku.
DPR, waktu itu, tidak setuju karena dikaitkan dengan permintaan Singapura agar militernya bisa berlatih memasuki wilayah Indonesia. Terutama yang dekat Singapura.
DPR menganggap yang seperti itu bisa mengganggu kedaulatan negara.
Singapura memang sulit melakukan latihan militer, terutama angkatan udaranya. Dengan wilayah Singapura yang begitu kecil, pesawatnya hanya bisa naik hampir tegak lurus. Lalu turun setengah menukik.
Perjanjian ekstradisi yang ditandatangani Presiden Jokowi ini pun harus diratifikasi DPR. Memang belum ditentukan waktunya, tapi sudah bisa dipastikan persetujuannya. (*)