Sawo Tegalsari

Minggu 02-01-2022,07:55 WIB

Nama pelukis itu: Rosid. Anda pasti sudah tahu itu.

Lalu, ehm, ada lambang Garuda Pancasila. Ia memasang lambang Garuda itu setengahnya sebagai protes sosial. "Di kampung-kampung kita sering melihat lambang Garuda dipasang di rumah penduduk," ujar Anies. "Coba lihat di rumah kelas menengah dan atas. Adakah yang masih memasang lambang Garuda?" lanjutnya.

Lambang itu ia sendiri yang mencari. Yang memilih. Buatan seorang perajin di Yogya.

Setelah cukup melihat pendopo, tentu, saya juga ingin melihat rumah kediaman Anies yang di bawah. "Boleh?" tanya saya.

Saya pun diajak menuruni tangga —di satu sisi pinggir joglo. Ujung bawah tangga itu jatuh di dekat kolam ikan yang tadi terlihat dari halaman joglo. Di dekat kolam itu giliran saya mendongak. Melihat dedaunan pohon di halaman joglo di atas sana.

Berada di basement ini tidak merasa di bawah tanah. Inilah basemen yang terhubung dengan halaman luas. Bahkan pandangan tidak terhalang apa pun —karena posisi rumah-rumah di sebelum sungai itu lebih rendah lagi. Mungkin ini memang tidak bisa disebut basement.

Ada ruang besar setengah terbuka di basement ini. Ada meja panjang dengan delapan kursi di sekelilingnya. Misalkan lagi makan di meja itu bisa melihat halaman luas di arah sungai.

Ada pula dua kamar tidur —kalau orang tua datang, tidur di situ. Atau kalau ada tamu keluarga dari Yogya.

Di ujung ruang besar ini ada koridor ke kanan. Menuju ruang keluarga. Kamar anak perempuan di seberang persis kamar tidur utama. Begitulah adat Jawa. Lalu ada tiga kamar untuk tiga anak laki-lakinya.

Ketika tiga anak itu masih kecil, tiga kamar itu masih berupa satu ruang tidur besar. Ketika yang satu sudah besar mulailah disekat. Yang besar di kamar tersendiri. Yang dua masih kecil jadi satu kamar. Ketika satunya lagi juga sudah mulai besar, ruang itu disekat lagi. Jadi tiga kamar tidur.

Dari empat anak itu yang dua lahir di Amerika.

Koridor ruang keluarga ini terhubung juga ke halaman luas. Itu halaman depan —kalau rumah basement ini dianggap menghadap ke arah sungai. Atau itu halaman belakang kalau posisi kita di joglo atas.

Meski tersambung, dari koridor ini tidak bisa melangkahkan kaki ke halaman. Kelihatannya menyatu, tapi terpisah. Dipisahkan oleh kolam ikan yang lebarnya hanya dua depa.

Saya harus sedikit memutar untuk bisa ke halaman. Saya pun berlama-lama di halaman. Sambil agak mendongak, menatap joglo. Indah sekali joglo itu. Di waktu malam.

"Kalau pagi banyak suara burung di sini," ujar Anies.

Tentu. Saya lihat ada beberapa sangkar burung —digantung di pepohonan.

Tags :
Kategori :

Terkait