Kelompok 212 disebut memiliki tujuan politik yang mengatasnamakan agama. Karenanya kemunculan kelompok 212 dinilai bukan momentum kebangkitan Islam.
Hal itu diungkapkan Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siroj melalui video yang ditayangkan di akun TVNU, Senin (13/12). Dia menolak tegas kemunculan 212 dikaitkan dengan kebangkitan Islam.
"Contoh misalkan menghadapi 212. Itu luar biasa bagi saya. Luar biasa kerasnya tantangan itu. Ada sebagian dari NU juga. Katanya kesempatan kebangkitan Islam. Menurut saya itu bukan kebangkitan Islam. Kenapa? Karena jelas itu tujuannya politik yang mengatasnamakan agama," tegas Said Aqil.
Menurutnya, memang banyak orang yang bersuara mengenai 212. Namun, lanjut Said, orang yang menolak kelompok tersebut secara keras hanya dirinya.
"Satu-satunya orang yang bersuara keras, bersuara terang-terangan, menolak 212 adalah saya. Barangkali yang menolak banyak. Tetapi yang berprinsip yang dengan ucapan jelas terang benderang barangkali hanya saya," paparnya.
Dia mengungkap alasan 212 bukan gerakan Islam. Said menyindir kelompok 212 yang tidur di masjid, tapi salat di lapangan.
"Karena tidurnya di masjid, salat di lapangan. Tidurnya di masjid sebagai tempat tidur, menunggu salat Jumat di lapangan. Itu yang tidak benar menurut saya," tutupnya.
Sementara itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) juga dikatakan tidak pernah mengajukan calon presiden maupun wakil presiden dalam kontestasi politik. Yang ada adalah kader NU dicalonkan.
“Sebagai organisasi kader yang besar, NU memiliki ketokohan sampai ke ranting tingkat desa, bahkan sampai ke tingkat RT dan RW,” kata Ketua PBNU Marsudi Syuhud di Jakarta, Senin (13/12).
Menurutnya, ada anggota NU yang menjadi anggota DPR, gubernur, wali kota, serta bupati. Pandangan moderat NU tidak hanya berpengaruh di Indonesia. Tetapi juga di dunia.
Marsudi menegaskan NU tidak terkooptasi hanya pada satu partai. (rh/zul)