Padahal CV itu saya buat dengan uang pinjaman. Yakni dari seseorang yang Anda pasti sudah tahu.
Lucunya, saya justru diminta melunasi kekurangan dari total Rp2,4 juta itu.
Astaga naga! Bagaimana tidak. Saya merasa di-prank oleh pemerintah.
Tetiba saya ingat nasib orang-orang yang menerima bantuan traktor yang setelah selesai seremoni traktornya diambil lagi.
Pagi ini saya sudah berdoa, sudah zikir pagi. Saya bisa menulis ini sambil menunggu pembeli. Tentang toko ini:
Akhir September lalu, pemilik toko meminta dana sewa toko. Katanya, dia lagi butuh dana, sangat. Dia bilang nggak apa-apa dibayar 6 bulan dulu.
Nanti, bulan April tahun depan, baru dibayar untuk 6 bulan berikutnya. Saya bayar yang 6 bulan dari pinjaman itu.
Eh, ada masalah dadakan. Seminggu yang lalu ortunya wafat. Dan dia meminta yang 6 bulannya lagi.
Ya Allah ...peningnya nih kepala.
Saya mencoba cool calm. Dia butuh uang saya butuh waktu. Saya bilang, saya usahakan akhir November ya. Saya bilang nggak bisa dadakan begitu.
Dia setuju. Legaaaa.... masih bisa bernapas sebulan.
Tiba-tiba teman butuh bantuan. Anaknya belum bayar uang sekolah. Aduuuuh! Pusing karena toko belum hilang. Datang pula pusing baru.
Saya bilang, saya belum bisa membantu lagi. Tapi.... bagaimana ini, menyangkut urusan sekolah anak.
Bagaimana kalau anaknya ngga bisa sekolah? Kebayang saya pontang panting bulan Agustus lalu. Ketika anak saya di-bully akibat uang sekolah. Saya jadi kasihan sama anaknya.
Ya sudahlah saya bantu. Tapi tidak semua (berharap semoga Allah bantu saya dimudahkan masalah saya sendiri).
Tiba-tiba saya ingat Mensos Juliari yang meluncurkan bantuan itu. (*)