Oleh: Dahlan Iskan
INI cerita istimewa dari Bu Risma, Menteri Sosial kita. Akhirnya Bu Risma menghasilkan angka-angka yang istimewa. Yang hanya bisa diketahui dari seseorang yang sangat komit pada detail —njelimet: 28.000 orang penerima bansos adalah pegawai negeri.
Termasuk di dalamnya anggota TNI. Masih ada ribuan lagi pensiunan pegawai negeri. Yang terakhir bisa saja pensiunan yang sangat menderita.
Pun yang masih pegawai negeri. Bisa saja itu golongan paling bawah yang miskin karena apa pun. Masalahnya, kata Bu Risma: peraturan melarang bantuan sosial jatuh ke tangan orang yang berpenghasilan tetap.
Ini rumit: kalau 28.000 orang itu kena hukuman harus mengembalikan. Atau tidak rumit: kalau ternyata memang mereka itu mampu.
Bisa jadi itu bukan karena kecerobohan. Di desa ada budaya Gotong Royong dalam bentuk lain: kenapa si A yang dapat. Kenapa tidak semua saja dapat.
Pokoknya hebat: Bu Risma masih tetap Bu Risma. Cara kerjanya yang seperti itulah yang membuat dia punya nama harum ketika menjadi wali kota Surabaya.
Bisakah Bu Risma sampai tahap itu kalau tidak lewat marah-marah yang menghebohkan itu?
*
Ini cerita biasa dari orang biasa. Dia juga wanita. Juga gigih luar biasa. Juga sangat detail. Dia jadi sokoguru rumah tangga.
Dia memilih menjadi pengusaha kecil —karena tidak ada sebutan lebih kecil dari kecil. Apalagi di Jakarta. Pandemi Covid membuatnya sampai di ujung jalan: tidak bisa lagi berusaha.
Penghasilan berhenti total.
Dia wanita Disway.
Di saat kesulitan mencapai puncaknya, dia mendapat angin segar. Pemerintah membantu usaha kecil yang berhenti berusaha karena Covid.
Inilah ceritanya: