Politisi Partai Demokrat Herman Khaeron menduga ada praktik pengelolaan perusahaan yang lebih mengedepankan cara pandang politis.
Hal ini menyusul kasus diangkatnya mantan terpidana korupsi Izedrik Emir Moeis menjadi komisaris di anak perusahaan BUMN. Hal ini pada akhirnya menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
Izedrik Emir Moeis merupakan napi koruptor yang menerima suap terkait proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Tarahan, Lampung.
Anggota Komisi VI DPR RI itu juga menilai Menteri BUMN Erick Tohir tidak mengedepankan jargonnya dalam menunjuk komisaris di perusahaan pelat merah, maupun anak usahanya.
Terlebih terhadap perusahaan yang mengalami krisis keuangan, menurutnya posisi itu harus dijabat orang-orang yang kompeten.
“Dengan jargon BUMN Akhlak (Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif) harusnya jargon ini dikedepankan, dan dilaksanakan secara konsisten, profesionalitas dan sesuai moral,” ujar Herman dikutip dari Fin, Jumat (6/8).
Sebagaimana yang termuat dalam situs PT Pupuk Iskandar Muda, Emir Moeis diangkat sebagai komisaris. Di situs resminya, Pupuk Iskandar Muda mengaku telah menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik dalam menjalankan usahanya.
“(BUMN) Masih beroperasi saja sudah bagus, itu pun ditopang karena adanya subsidi pupuk. Oleh karenanya jangan dibebani lagi dengan tambahan komisaris, apalagi kontroversial. Jika dikelola secara profesional, tidak akan menimbulkan kegaduhan, ini kan dikelola secara politis,” tandasnya. (khf/fin/ima)