Pernyataan Presiden Jokowi akan membuka secara bertahap PPKM Darurat mulai 26 Juli, jika kasus Corona menurun dinilai sebgai bentuk kebimbangan pemerintah.
Anggota Komisi I DPR RI Sukamta menunjukkan, pemerintah saat ini alami kebimbangan antara urusan kesehatan dengan ekonomi. Menurutnya berkali-kali pemerintah alami kebimbangan sehingga kebijakan untuk atasi pandemi membingungkan dan tidak bisa berjalan efektif.
“Semestinya pemerintah punya prinsip urusan nyawa didahulukan, kesampingkan dulu kepentingan ekonomi. Saat ini sudah lebih dari 76 ribu anak bangsa yang meninggal karena Covid, setiap hari dilaporkan lebih dari 1.000 kematian," bebernya, Rabu (21/7).
Sementara juga terdapat laporan ratusan yang meninggal saat isolasi mandiri. "Kondisi ini sangat memprihatinkan Pak Presiden, jangan sampai pemerintah kembali bimbang yang risikonya semakin banyak kematian,” ujar Poitisi PKS tersebut.
Sukamta menilai dalam pelaksanaan PPKM Darurat selama lebih dari 2 pekan, masih saja mendapat informasi dari daerah adanya kekurangan pasokan oksigen, antrean pasien di rumah sakit, juga kekurangan tenaga kesehatan karena banyak yang berguguran karena tertular Covid.
Karenanya Sukamta menyebut ada tiga prioritas yang harus disegera dituntaskan oleh Pemerintah dalam PPKM Darurat.
Pertama dan yang paling mendesak adalah pemerintah harus pastikan semua daerah telah siap fasilitas kesehatan, rumah sakit darurat dan juga puskesmas untuk tangani pasien Covid. Pastikan ketersediaan tenaga kesehatan dan insentifnya tidak terlambat diberikan.
Kemudian yang kedua menurut Anggota DPR RI asal Yogyakarta ini yang harus segera dituntaskan adalah penyaluran bansos untuk keluarga miskin, buruh, juga mereka yang kehilangan pekerjaan karena adanya PPKM.
“Selanjutnya yang tidak kalah penting, pemerintah harus segera membenahi koordinasi antara pusat dengan daerah. Pemerintah jangan hanya membuat rapor daerah, ada keterbatasan di daerah yang harus dibantu pemerintah. Ada gap yang besar antara data di kabupaten-kota dengan provinsi dan pusat. Ini bisa berbahaya jika menjadi pijakan dalam pengambilan keputusan pemerintah,” tutup Sukamta. (khf/zul/fin)