Benarkan Ada Pelanggaran HAM Berat, Kajian Pembunuhan 6 Pengawal HRS Disampaikan, TP3 Sesali Perubahan Sikap J

Senin 05-07-2021,16:54 WIB

Temuan dan hasil kajian yang tertuang dalam buku berjudul Buku Putih – Pelanggaran HAM Berat, Pembunuhan Enam Pengawal HRS, diserahkan kepada pemerintah melalui Menko Polhukam Mahfud MD.

Hasil temuan dan kajian Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan Enam Pengawal HRS (TP3) atas pembunuhan enam pengawal HRS telah diserahkan secara resmi kepada Pemerintah RI, pada Jumat kemarin (2/7).

Penyampaian buku ini merupakan wujud komitmen TP3 menindaklanjuti tawaran Presiden Joko Widodo saat audiensi dengan TP3 pada 9 Maret 2021 di Istana Merdeka. 

Pada saat itu, Presiden Jokowi menyatakan bersedia menerima temuan dan hasil kajian TP3, terutama jika berbeda dengan laporan pemantauan yang telah disampaikan oleh Komnas HAM.

"Namun amat disayangkan, belakangan Presiden Jokowi berubah sikap. Justru meminta Kemenko Polhukam untuk menerima temuan dari TP3 tersebut," kata Koordinator Badan Pekerja TP3 Marwan Batubara, Senin (5/7).

TP3 sendiri sudah memohon untuk beraudiensi dengan Presiden Jokowi guna menyampaikan temuan dan hasil kajian telah dilayangkan melalui Surat TP3 Nomor 20/A/TP3/11/2021 pada 27 Mei 2021.

Setelah hampir sebulan berlalu, TP3 akhirnya memahami bahwa ternyata Presiden Jokowi tidak punya keinginan beraudiensi sesuai komitmen semula. Sebagai gantinya TP3 diminta untuk menyampaikan temuan kepada Kemenko Polhukam.

Padahal, temuan dan hasil analisis TP3 memberikan petunjuk kuat bahwa pembunuhan terhadap 6 (enam) warga negara Indonesia di KM 50 Tol Cikampek telah dilakukan secara sistematis oleh aparat negara.

Dari analisis yang dilakukan, lanjut Marwan, TP3 menilai pembunuhan sistemik, sadis, dan sarat penganiayaan tersebut adalah suatu kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran HAM berat yang harus diproses sesuai UU No.26/2000 tentang Pengadilan HAM.

Sebaliknya, TP3 menilai Laporan Pemantauan yang diakui Komnas HAM sebagai Laporan Penyelidikan tidak berisi fakta dan informasi yang utuh sebagaimana terjadi di lapangan.

TP3 telah menyatakan perbedaan sikap secara terbuka terhadap temuan dan rekomendasi Komnas HAM, yang menyatakan pembunuhan tersebut sebagai pelanggaran HAM biasa dan tindak pidana biasa.

"Bagi TP3, laporan Komnas HAM tersebut bersifat bias, tidak objektif, tidak konsisten antara fakta-fakta hukum dengan rekomendasi, sehingga tidak kredibel dan tidak valid," tegas Marwan.

"Karena itu, TP3 sangat prihatin dan menolak dengan tegas jika pemerintah, terutama Bareskrim Polri dan Kejaksaan Agung tetap menjadikan laporan Komnas HAM sebagai dasar dan rujukan dalam proses penegakan hukum terhadap aparat negara pelaku pembunuhan enam pengawal HRS," sambungnya.

Karena itu TP3 menuntut agar proses penyelidikan dan penyidikan  yang sedang berlangsung saat ini (sekiranya ada) agar segera ditingkatkan menjadi penyelidikan Pelanggaran HAM Berat dan Kejahatan Terhadap Kemanusiaan, sesuai aturan dalam  UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Ditambahkan Marwan, lahirnya Buku Putih tentang peristiwa pembunuhan enam pengawal HRS merupakan bentuk tanggung jawab moral dan sosial TP3 kepada para korban tewas dan keluarganya. Guna terciptanya kehidupan berbangsa dan bernegara yang sesuai Pancasila, UUD 1945, dan cita-cita kemerdekaan Republik Indonesia.

Tags :
Kategori :

Terkait