Dua permasalahan tersebut muncul akibat pengelolaan pesantren yang masih terfokus pada pendidikan. Kegiatan bisnis di lingkungan pesantren hanya sekedar ada dan pelengkap saja, belum terkelola dengan baik dan belum ada pemisahaan antara pengelolaan bisnis dan pendidikan.
Keberadaan holding bisnis pesantren diharapkan dapat mengatasi kedua permasalahan tersebut. Hal ini karena pembentukan pengelolaan holding bisnis menyaratkan pemenuhan asumsi “economic entity”, yaitu holding bisnis pesantren merupakan suatu kesatuan ekonomi yang berdiri sendiri terpisah dengan unit pendidikan bahkan terpisah juga dengan pemiliknya sendiri.
Dengan penerapan asumsi tersebut nantinya holding bisnis pesantren dapat dikelola secara mandiri, profesional dan berorientasi profit. Pengelolaan melalui model tersebut diharapkan mampu menghasilkan keuntungan yang dapat menjadi sumber pendanaan alternatif pesantren selain sumber pendanaan dari santri.
Mempertimbangkan manfaat keberadaan holding bisnis pesantren sebagaimana uraian di atas, maka sudah selayaknya masyarakat, khususnya stakeholder pesantren (santri, pengajar, pengelola, alumni, walisantri), menyambut dan mendukung kehadiran lembaga tersebut.
Dukungan dapat berbentuk kesediaan untuk terlibat secara aktif dalam pembentukan holding bisnis pesantren, baik di tingkat internal pesantren, daerah, maupun wilayah. Dukungan juga dapat berupa kegiatan melakukan sosialisasi dan literasi pentingnya holding bisnis pesantren bagi kemandirian ekonomi pesantren. (**)
*) Dosen Tetap Fakultas Ekonomi dan Bisnis UPS Tegal