Lalu apa?
Saya masih ingat pengusaha ruko lainnya. Ia ingin bangun ruko. Tapi uangnya tidak cukup. Sedang mau utang juga takut. Mau cari uang titipan juga belum tentu sudah dipercaya 100 persen.
Ia pun menemukan jalan. Ia mengajak teman-temannya untuk setor uang. Dengan janji: proyek ruko itu pasti menghasilkan laba besar. Laba itu akan dibagi.
Tentu tawaran itu belum tentu menarik. Bisa saja pemilik proyek ruko itu kurang dipercaya. Baik akibat kelakuannya maupun prospek masa depan rukonya.
Pemilik uang bisa saja masih mau memberikan komitmen. Tapi harus ada syarat tambahan. Misalnya, uang tersebut harus berbunga. Itu saja belum cukup. Kalau ruko itu mendapat laba harus dapat bagian juga.
Status uang seperti itu disebut apa? Ilmu akuntansi tidak mengenalnya. Tapi pengusaha sudah biasa mempraktikkannya. Pengusaha memang jauh lebih lincah dalam menyikapi aturan akuntansi.
Akuntansi adalah pagar.
Pengusaha adalah kuda.
Apakah status dana lebih Rp 100 triliun tadi juga mirip permainan antara pagar dan kuda?
Lalu di antara pagar dan kuda itu, DPR sebagai apa?
Di zaman ini, itu semua kelihatannya tidak lagi penting. DPR begitu baik hati sekarang ini.
Jangan khawatir. ''Otak'' pengusaha pasti bisa menemukan status uang itu nanti sebagai apa. Bagi otak pengusaha status itu tidak penting. Yang penting adalah uangnya.(Bersambung)