TAP MPRS No XXXIII/MPRS/1967 Dicabut, Momen Mengembalikan Martabat Presiden Soekarno

TAP MPRS No XXXIII/MPRS/1967 Dicabut, Momen Mengembalikan Martabat Presiden Soekarno

Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo. -tangkapan layar-

Radartegal.com- Pencabutan TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 pada era Reformasi menjadi momen penting yang mengembalikan martabat Soekarno, proklamator kemerdekaan Indonesia. 

Pencabutan ini adalah langkah pertama menuju pelurusan sejarah dan pemulihan keadilan bagi sosok yang dikenal sebagai Bapak Bangsa Indonesia.

TAP tersebut, yang dicetuskan pada masa kekuasaan Orde Baru, secara efektif mencabut kekuasaan Soekarno akibat tuduhan keterlibatannya dalam peristiwa G30S/PKI tahun 1965. 

Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo, menegaskan pentingnya momen ini sebagai langkah untuk memulihkan martabat Bung Karno. 

BACA JUGA: Unik dan Berkesan! BPIP Gaungkan Pancasila di Atas Geladak KRI dr Radjiman Wedyodiningrat-992

BACA JUGA: Beri Dukungan Pada Paskibraka Tingkat Pusat, BPIP Beri Apresiasi ke Bank Mandiri

"Pencabutan TAP MPRS ini membuka jalan bagi rehabilitasi nama baik Soekarno dan mengembalikan pengakuan atas peran besarnya dalam sejarah bangsa," ujarnya. 

Baginya, peristiwa ini juga memberi kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk menyusun kembali narasi sejarah yang lebih jujur dan terbuka.

Peristiwa G30S/PKI pada 1965 bukanlah insiden sederhana. 

Bung Karno, yang menjalin hubungan erat dengan blok Timur dan mengedepankan gerakan Non-Aligned, dianggap sebagai ancaman oleh Amerika Serikat dan sekutunya. 

BACA JUGA: Agar Tampil Prima, BPIP Akui Paskibraka Tidak Memegang Telepon Genggam Selama Pemusatan

BACA JUGA: Terkait Isu Paskibraka Putri Lepas Jilbab, BPIP Tegaskan Tidak Lakukan Pemaksaan

Dokumen yang belakangan terungkap menunjukkan bahwa keterlibatan CIA dan unsur militer dalam kudeta politik tersebut menjadi salah satu upaya global untuk menggulingkan Soekarno.

Namun, yang ironis adalah bahwa hingga akhir hayatnya pada tahun 1970, Soekarno tidak pernah menghadapi pengadilan yang adil untuk membersihkan namanya dari tuduhan keterlibatan. 

Sumber: