Filsafat Pendidikan Berbasis Ajaran Jawa Kuno

Filsafat Pendidikan Berbasis Ajaran Jawa Kuno

Filsafat Pendidikan Berbasis Ajaran Jawa Kuno-Radar Tegal-Purwo Sasongko

RADARTEGAL.DISWAY.ID - SETIAP memperingati Hari Pendidikan Nasional, kita diingatkan nilai-nilai yang dikembangkan oleh Bapak Pendidikan Nasional kita, Ki Hajar Dewantara melalui tiga ajaran dasarnya. Yaitu Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani.

Lebih dari 70 tahun perjalanan Indonesia Merdeka, apakah tujuan Pendidikan kita telah berhasil? Hasil prestasi belajar siswa Indonesia pada survey PISA hingga tahun 2018 selalu jauh di bawah rerata perolehan negara negara lain.

Dalam sebuah riset yang dilakukan LSM Plan International dan International Center for Research on Women (ICRW) yang dirilis awal Maret 2015 menunjukkan fakta mencengangkan terkait kekerasan anak di sekolah. Terdapat 84% anak di Indonesia mengalami kekerasan di sekolah. Angka tersebut lebih tinggi dari tren di kawasan Asia yakni 70%.(ICRW, 2015).

Berbagai usaha telah dilakukan termasuk pemberlakuan kurikulum 2013 dimana nilai nilai keagamaan mempunyai porsi yang cukup besar di lingkungan sekolah. Namun hal tersebut apakah juga telah menyelesaikan masalah? kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa kesalehan pribadi tidak selalu linier dengan moralitas, sehingga Integritas menjadi isu yang sangat sentral saat ini baik di lingkungan sekolah maupun dalam skala luas kehidupan Bernegara.

Pendidikan liberal dengan kebijakan seperti halnya link and match pada dasarnya mereduksi fungsi pendidikan hanya sebatas penyedia pekerja bagi industri. Program merdeka Belajar yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, riset dan teknologi saat ini adalah untuk memperbaiki hal itu semua.

Dengan profile pelajar Pancasila pada dasarnya bertujuan mengintegrasikan kecerdasan dan moralitas sebagai dua hal yang holistik dikembangkan dalam dunia Pendidikan .Untuk itu, perlu di rumuskan paradigma baru Pendidikan Indonesia yang komprehensif baik dalam tataran filosofik, teoretik maupun praktik.

Leluhur Jawa setidaknya sejak tahun 1500 an ( era Jawa Kuno ) telah meletakan dasar dasar filsafat Pendidikan yang berbasis pada moralitas atau spiritualitas. Spritualitas seseorang pada dasarnya adalah motor penggerak bagi moralitas seseorang. Kitab Sang Hyang Tatwa Jnana dan Sang Hyang Nawa Ruci, salah satu contoh kitab spiritual di era akhir Majapahit menjelaskan secara komprehensif indikator level spiritual manusia.

Berbeda dengan pendekatan teori perenialis dimana agama sebagi solusi masalah moral, dan teori pendidikan liberal, maka kebijaksanaan Jawa kuno menggunakan pendekatan spiritual. Spritualitas jauh lebih universal dari agama dan berbeda dengan ketaatan dalam menjalankan doktrin agama. Secara konvensional, spiritual modern dipahami sebagai perilaku manusia yang didasari oleh melemahnya egoisme.

Dengan melemahnya egoisme manusia, maka kedamaian hidup dapat dibentuk tanpa tergantung pada paham agama maupun budaya yang dianutnya. Dalam filsafat Jawa kuno, nilai nilai dikaji baik secara ontologi maupun epistemologinya. Sebagai contoh kajian objektif tentang kemarahan, penderitaan, kedengkian , iri hati dan sebab sebab kemunculanya.

Filsafat Jawa kuno juga mampu menjelaskan hubungan mekanis antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor , bahkan lebih komprehensif dari teori Bloom karena lebih detail lagi dalam membagi ranah yang dapat dikembangkan oleh dari manusia, yaitu meliputi: (1) Buddhi (kesadaran), (2) Manah (pikiran), (3) Citta (persepsi), (4) Ahangkara ( perasaan) dan (5) Sthula sarira ( fisik/raga) ( Dhamar S , 2015:298-299)

Kedua kitab spiritual tersebut terutama Sang Hyang Tatwajnana dapat disebut kitab induk tentang Ketuhanan, Kehidupan dan Kematian bagi masyarakat Jawa. Sang Hyang Tatwajnana membahas beberapa tema diantaranya tentang: (1) Ketuhanan dan sumber keberadaan segala sesuatu di alam, (2) Kosmologi alam semesta, (3) Filsafat manusia dari persepektif historis, psikologis , fisik dan metafisik, (4) Hukum kelahiran Kembali, (5) Filsafat moral, (6) Meditasi.

Sedangkan Sang Hyang Nawaruci lebih banyak membahas ajaran tentang bagaimana jalan menuju kesempurnaan (moksah) berdasarkan ajaran yang sudah dijelaskan dalam Sang Hyang Tatwajnana.

Dari banyak ajaran dalam kitab tersebut mungkin yang bermanfaat secara universal bagi pengembangan filosofi dan teori pendidikan adalah berkaitan dengan Filsafat manusia, filsafat Moral serta meditasi. Ada beberapa pokok Filsafat Manusia dan moral yang sangat berguna untuk pengembangan teori pendidikan yaitu:

Tubuh manusia terdiri dari tiga elemen yaitu : Sthula sarira (badan fisik), Suksma Sarira (Badan Halus/Jiwa), dan Atma (Ruh).

Sumber: