Jokowi Jadi Cawapres, Selain Langgar Etika Sama Saja Lecehkan Pakar Hukum Tata Negara Sedunia
Presiden Jokowi--
JAKARTA, aradartegal.com - Akhir-akhir ini ramai dibahas tiket calon wakil presiden 2024 untuk Presiden Joko Widodo. Jika memang benar, hal itu dinilai akan melecehkan seluruh pakar hukum di dunia.
Alasannya, presiden yang telah menjabat selama dua periode tidak bisa melanggengkan kekuasaannya. Meski pun melalui kursi wakil presiden.
"Selain melanggar etika politik, secara teoritik upaya itu telah melecehkan seluruh pakar hukum tata negara di dunia. Dari Van Vollehhoven, Utrech hingga Jimly Asshiddiqie," ujar analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, Jumat 16/9).
Ironisnya, ungkap Ubedilah, wacana tersebut kembali muncul justru dari internal Mahkamah Konstitusi (MK). Yakni sebagaimana pernyataan Kabag Humas MK, Fajar Laksono, yang menyebutkan presiden dua periode bisa kembali mencalonkan diri sebagai cawapres.
Diungkapkan Ubedilah, pernyataan jurubicara MK tersebut memalukan institusi negara. Apalagi dalam Pasal 7 UUD 1945, sudah sangat jelas disebutkan, presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun.
Dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. "Jadi hanya untuk dua periode, baik posisi sebagai presiden maupun wakil presiden."
Selain itu, calon presiden dan wakil presiden dicalonkan dalam satu paket sebagaimana tertuang dalam Pasal 6A UUD 1945 yang menyatakan bahwa, presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
"Satu pasangan itu juga maknanya melekat berlaku periode untuk presiden dan wakil presiden beserta laranganya yang tidak boleh mencalonkan lagi setelah dua periode untuk jadi calon presiden maupun jadi calon wakil presiden," jelas Ubedilah sebagaimana dikutip radartegal.disway.id dari Kantor Berita Politik RMOL.
Sehingga kata Ubedilah, selain melanggar etika politik, berdasar logika hukum atau ratio legis berdasarkan tafsir a contrario atau dalam terminologi fiqih politik disebut mafhum muwafaqah.
Apabila seorang presiden yang telah menjabat dua periode, dilarang menjabat presiden untuk ketiga kalinya.
"Jika upaya pencalonan Jokowi jadi cawapres ngotot dilakukan, itu maknanya ada semacam motif jahat untuk dibuka, mengapa ingin terus berkuasa?" sambung Ubedilah menutup. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: