Psikolog yang Ditunjuk Polda Metro Jaya Ungkap Istri Ferdy Sambo Terguncang dan Stres Berat

Psikolog yang Ditunjuk Polda Metro Jaya Ungkap Istri Ferdy Sambo Terguncang dan Stres Berat

--

JAKARTA - Istri Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo, Putry Chandrawati, disebut-sebut mengalami guncangan sampai stres berat, usai peristiwa baku tembak dua ajudan suaminya, Jumat (8/7) lalu. Dalam baku tembak itu Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J tewas di tangan Bharada E. 

Selain itu, Putry juga menjadi korban dugaan pelecehan serta amcaman todongan senjata Brigadir J. Pernyataan itu diungkapkan psikolog anak, remaja, dan keluarga, Novita Tandry, Rabu (13/7).

Novita merupakan psikolog yang ditunjuk Polda Metro Jaya untuk mendampingi Putry Sambo. Ibu empat anak itu merupakan salah seorang saksi dalam kasus baku tembak antara dua personel brimob di rumahnya.

Apalagi, dia juga saksi korban yang diduga mengalami pelecehan, penodongan, serta melihat langsung peristiwa baku tembak tersebut. Novita mengaku sudah bertemu langsung dengan Putry Sambo.

“Keadaannya sangat syok. Terguncang pastinya, trauma,” kata Novita.

Peristiwa tersebut juga disebut Novita membuat istri Ferdy Sambo itu tak bisa tidur. “Sulit tentunya dia bisa berkonsentrasi dan sejak kejadian sampai sekarang itu tidak bisa tidur pastinya,” sambungnya.

Kondisi ini makin diperparah dengan ramainya pemberitaan atas peristiwa tersebut. “Karena melihat langsung keadaan, yang pasti pertama karena pelecehan. Kemudian kedua karena melihat dan menjadi saksi langsung bagaimana terjadinya penembakan,” terangnya.

Sejak peristiwa itu, tutur Novita, kondisi psikologis Putry Sambo itu masih tidak stabil, terguncang, dan stres dari sedang sampai berat. Novita menjelaskan pendampingan psikologis ini perlu dilakukan agar peristiwa itu tidak berdampak pada keluarga lainnya.

“Concern saya adalah bagaimana peran ibu sebagai istri dan juga seorang ibu, ada anak empat anak umur 21, 17, 15, dan 1,5 tahun,” terang dia.

Selain mendampingi Putry Sambo, Novita juga mendampingi anak-anak pasangan tersebut. “Apalagi anak-anak masih sekolah, kuliah, dan masih balita,” bebernya.

Untuk proses pemulihan, kata Novita, ada sejumlah tahapan yang harus dilalui yang membutuhkan waktu antara 3-6 bulan. Akan tetapi, hal itu sepenuhnya bergantung pada kemampuan adaptasi korban.

Dalam psikologi, pemulihan itu menggunakan istilah DABDA. Yakni denial (penyangkalan), angry (marah), bargaining (tawar-menawar), depression (depresi), dan acceptance (penerimaan).

“Bisa denial, menganggap kejadian itu mimpi, tidak nyata, pasti marah, bisa marah pada lingkungan, sebaliknya bisa marah kepada diri sendiri,” ungkap Novita.

Selanjutnya, ada proses bargaining dengan keadaan diri sendiri. “Dia akan masuk lagi dengan posisi depresi. Baru yang terakhir acceptance,” tandas Novita. (*)

Sumber: