Gus Muwafiq Tanggapi Pro dan Kontra Tradisi Tumpengan dan Sedekah Bumi, Singgung Zakat
Pro dan kontra tradisi tumpengan dan sedekah bumi dari sudut pandang Islam masih terjadi saat ini di Indonesia.
Hal ini ditanggapi ulama KH Ahmad Muwafiq dengan mengulas mengenai praktik tradisi tersebut yang harus dilihat lebih dalam lagi.
Pangkal masalah ini adalah soal pemahaman dan kontekstualisasi dengan zaman yang terus bergerak.
Gus Muwafiq menganggap tidak bisa ada hal-hal yang dipaksakan dari zaman Rasulullah SAW, utamanya terkait budaya Arab, lalu ditransfer begitu saja di Indonesia, atau belahan bumi lain. Khususnya para penganut agama Islam.
“Saya dulu belajar tentang ilmu telepati, puasa berhari-hari, tetapi sekarang saya juga harus tahu diri, karena dengan Rp15 ribu, kita pergi ke konter bisa beli kuota. Ini zaman berubah,” ujarnya.
“Islam itu tidak berbicara memandang sedekah bumi, lebih kepada apa yg ada dalam sedekah bumi dan tumpengan,” ujarnya saat mengisi program Inspirasi Ramadhan Edisi Buka Puasa bersama Host Nico Siahaan di akun BKN PDI Perjuangan di Youtube, Selasa (5/4).
Pria yang akrab disapa Gus Muwafiq itu tak ingin lagi ada pembubaran paksa dan ribut-ribut mengenai hal ini.
Menurut Gus Muwafiq itu, tradisi tumpengan itu adalah upaya nenek moyang agar bisa makan bareng-bareng atau guyub.
“Makanya nasi ini ditumpuk, ngumpul bareng, makan bareng, ayam juga cuma satu,” imbuhnya.
Riuh rendah pembahasan tradisi dan budaya lokal yang dihadapkan dengan syariat Islam itu juga dijawab dengan candaan. Dia menilai hal itu hanya perlu dihayati saja.
“Kalau zakat budayanya juga dipakai, masyarakat sana (Arab) zakatnya gandum karena budaya makannya gandum. Kalau di sini zakatnya beras karena budaya makannya nasi, nah, ini bedanya,” ungkapnya.
Ulama NU itu juga menilai ada kelompok yang memang memiliki merek lain dalam memahami konteks agama. Menurut dia, tradisi nusantara itu memiliki kesamaan dengan di Arab sana.
“Sebenarnya, sih, gitu-gitu saja. Itu kan problem market, manusiawi,” candanya.
Sama halnya dengan sedekah laut. Konteksnya, kata Gus Muwafiq, adalah wujud syukur kepada lautan. Para nelayan ingin bersyukur kepada makhluk-makhluk yang ada di dalam laut seperti ikan, lumba-lumba, terumbu karang, dan sebagainya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: