Mati Hidup

Mati Hidup

Roby berumur 50 tahun. Ia bupati dari jalur independen. Kala itu ia mengalahkan dua pasang lainnya yang diusung partai.

Ia sendiri pernah jadi calon bupati lewat partai. Ketika umurnya masih 30 tahun. Kalah.

Lima tahun kemudian nyalon lagi. Pindah partai. Kalah lagi.

Agak tragis.

Di putaran pertama ia menang jauh. Ayahnya, yang lagi berobat di Bali, senang bukan main. Sang ayah undang banyak teman datang ke Bali –merayakan kemenangan itu.

Ternyata Roby kalah di putaran kedua. Sang ayah –yang lagi menderita kanker prostat– terpukul. Lalu berpesan kepada sang anak: jangan urus politik lagi. Politik itu kejam. Jahat. Sang ayah lantas meninggal dunia.

Sang ibu berbeda prinsip. Roby tidak boleh patah semangat. Harus bisa balas dendam atas dua kekalahan sebelumnya.

"Kenapa yang kali ketiga tidak lewat partai lagi?"

“Mahal sekali. Tidak kuat. Juga takut kecewa lagi," ujar Roby, Sabtu (4/3) kemarin.

Roby ke Surabaya untuk lebih menghidupkan Sikka.

Di Pilkada lalu, Roby memang punya modal nama. Ayahnya itu adalah bupati Sikka tahun 1998. Sebelum itu pun sang ayah sudah menjadi ketua DPRD.

Sang ayah memang pernah menjadi ketua Golkar Sikka. Yang di Pemilu terakhir Orde Baru bisa membuat Golkar menang 97 persen –hanya karena tidak pantas kalau menang 100 persen.

Tidak lama setelah menyemangati Roby, sang ibu juga meninggal dunia. "Istri saya yang bekerja keras berkampanye. Keliling dari desa ke desa," ujarnya.

Dari tingginya dukungan untuk calon independen saja ia yakin kali itu akan menang. "Saya hanya ingin membangun Sikka," ujarnya.

Tekad itulah yang membuat Roby, begitu lulus STPDN di Jatinangor, balik ke Sikka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: