Desainer Indonesia Bikin Heboh Dunia Karena Dituduh Beli Organ Manusia dari Brazil, Siapa?

Desainer Indonesia Bikin Heboh Dunia Karena Dituduh Beli Organ Manusia dari Brazil, Siapa?

Seorang desainer Indonesia membuat heboh dunia karena dituduh membeli organ manusia dari Brazil. 

Perancang tersebut dikabarkan kaya raya dan telah menggambarkan kehidupan mewah di media sosial, meskipun akun Instagram-nya kini di-private. 

Pada tahun 2017, majalah Indonesia Tatler menggambarkannya sebagai salah satu "kolektor mobil paling produktif" di Indonesia.

Bulan lalu, sosoknya pernah memicu kemarahan karena mengenakan pakaian yang terinspirasi oleh Pemuda Pancasila, sebuah kelompok paramiliter sayap kanan, ke Paris Fashion Week. 

Organisasi ini menjalankan regu kematian untuk tentara Indonesia selama genosida 1965-1966 di negara itu.

Awalnya, polisi menggerebek sebuah laboratorium di Amazonas State University pada 22 Februari dan mengungkapkan bahwa organ-organ itu diawetkan oleh seorang profesor anatomi.

Pihak kepolisian Brazil melaporkan, perancang busana asal Indonesia telah memesan organ tubuh manusia.

Kabarnya, organ tubuh yang dipesan terdiri dari tangan manusia, dan tiga bungkus plasenta manusia.

Sebuah pernyataan polisi dalam bahasa Portugis mengklaim bahwa laboratorium anatomi "melakukan ekstraksi cairan tubuh," bagian dari proses plastinasi, di mana cairan diganti dengan plastik seperti silikon dan epoksi untuk mengawetkan bagian tubuh.

Dikutip dari Newsweek, profesor itu sekarang sedang diselidiki. Belum jelas apakah kiriman tersebut telah dicegat dalam perjalanannya ke Singapura.

Paket itu diduga ditujukan untuk perancang busana dan influencer Indonesia (AP), yang telah menarik kontroversi karena ketertarikannya pada bagian tubuh manusia di masa lalu. 

Pada tahun 2020, ia juga jadi perbincangan karena menjual tas tangan yang terbuat dari tulang dari tulang belakang manusia. 

Ia mengklaim tulang-tulang itu "bersumber secara etis" dari surplus medis di Kanada.

Di Instagram, ia juga sempat menanggapi kritik online terhadap tas tersebut dengan menulis: "Ini adalah bagian dari proses pembelajaran kreatif yang harus melibatkan oposisi—jika tidak, itu hanya akan menjadi bentuk validasi berulang." 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: