Hilirisasi Industri, Harga Saham , dan Nilai Tambah (Value Added): Sentimen positif?
Begitu pula dengan tembaga, tembaga akan diolah menjadi konduktor kabel dan akan dijual pada produsen kabel, harga jual juga akan meningkat, hal ini akan memperluas pasar domestik.
Timah dan tembaga akan dijual di pasar dalam negeri maka akan menurunkan ketergantungan kita akan produk impor. Dengan demikian bias memacu produk lokal bias berkembang.
Tembaga merupakan komponen komoditas dengan daya hantar listrik yang baik, juga dapat pula berfungsi sebagai transmisi pada kendaraan. Di sisi lain timah-timah merupakan bahan primer pelapis baja untuk peranti- peranti rumah tangga, lapisan di mesin otomotif, dan pelapis baja.
Hal ini dapat mendorong sentimen pasar yang positif dan akan meningkatkan pergerakan harga aham. Apabila emiten atau pemerintah bisa membangun industri hilir, salah satunya timah yang bisa digunakan sebagai solder.
Hal ini memberikan dampak baik bagi masa depan PT Timah Tbk (TINS), sebab emiten BUMN bisa menjual barang ke luar negeri yang memiliki nilai lebih tinggi. Tentunya dengan nilai yang tinggi akan menaikkan nilai saham dari TINS.
Harga paladium melonjak sebelum epidemi, dan saat ini bagian harga timah yang melonjak. Secara galib, peningkatan harga timah sekarang memiliki fundamental yang ekuivalen dengan komoditas curah lainnya, yakni masalah rantai pasok. Banyak analis sekuritas memperkirakan bahwa harga paladium meroket sebelum epidemi, dan sekarang saatnya untuk meroket.
Seperti yang dikemukakan oleh Founder Traderindo.com Wahyu Tribowo Laksono. Wahyu memproyeksikan rentang mobilitas harga timah tahun depan berada di kisaran US$ 25.000 per metrik ton-US$ 45.000 per metrik ton, dengan rata-rata harga di US$ 35.000 per metrik ton. (Kontan.co.id)
Dari yang telah diulas di atas, saham-saham sektor energi dan mineral, serta logam diyakini masih menarik, karena prospek komoditas seperti emas, nikel, dan timah masih cukup menjanjikan.
Seperti diungkapkan oleh Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia Samuel Glenn Tanuwidjaja menilai harga emas berada di kisaran stabil.
Perkiraan tersebut didasarkan pada investor global yang cenderung beralih ke aset safe-haven ketika volatilitas pasar saham meningkat. Setidaknya ada dua emosi yang akan mempengaruhi masa depan harga emas.
Pertama, The Fed secara bertahap menyusut. Saat penurunan dimulai, kebijakan tersebut akan mengurangi likuiditas di sektor keuangan global.
Hal ini mempersempit ruang bagi perbankan global untuk memberikan pinjaman kepada perusahaan- perusahaan di negara maju sehingga menyebabkan kecenderungan penurunan hargasaham korporasi.
Melihat emas merupakan aset yang sangat resisten untuk meredam sentimen dari langkah-langkah stimulus global. Harga emas dunia akan tetap stabil hingga Juni 2022.
Kedua, peningkatan pertumbuhan inflasi. Seperti yang kita ketahui bersama, data terakhir menunjukkan bahwa tingkat inflasi di Amerika Serikat (AS) pada Oktober 2021 lebih tinggi dari perkiraan umumnya, yang memicu kekhawatiran bahwa harga barang dan jasa akan terus naik. Hal ini menyebabkan daya beli sebagian konsumen menurun.
Secara psikologis, investor cenderung membeli emas, dan nilai tukarnya lebih tahan terhadap inflasi, seperti halnya nilai tanah atau properti. Sentimen ini sangat penting bagi PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), karena 70% pendapatan ANTM berasal dari penjualan emas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: