Tahun Depan, Penduduk Miskin di Indonesia Diperkirakan Melonjak Jadi 29,3 Juta Orang

Tahun Depan, Penduduk Miskin di Indonesia Diperkirakan Melonjak Jadi 29,3 Juta Orang

Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) memproyeksikan dengan skenario pesimis, tingkat kemiskinan pada 2022 berpotensi melonjak menjadi 10,81 persen, setara 29,3 juta penduduk miskin.

Hal tersebut terpicu dari melemahnya anggaran perlindungan sosial (perlinsos) yang membuat semakin banyak penduduk miskin yang tidak terlindungi secara ekonomi, padahal beban krisis dan pandemi belum berakhir.

“Ketika beban krisis membuncah dan pandemi belum menunjukkan tanda-tanda berakhir, alokasi anggaran perlinsos justru semakin menurun,” kata Askar Muhammad, Peneliti IDEAS bidang Ekonomi Makro dalam keterangan tertulisnya, Jumat (3/12).

Askar mengatakan bahwa pada 2020 realisasi anggaran PEN Perlinsos mencapai Rp216,6 triliun, maka pada APBN 2021 alokasinya turun menjadi Rp184,5 triliun, dan terkini pada RAPBN 2022 hanya direncanakan Rp153,7 triliun.

“Perlindungan sosial (perlinsos) berperan penting dalam menopang keluarga miskin yang terdampak keras oleh pandemi,” ujar Askar.

Pemerintah memang terlihat berupaya keras memulihkan perekonomian seiring berakhirnya gelombang ke-2 yang berpuncak pada Juli 2021 yang lalu. Pembukaan hampir seluruh aktivitas sosial-ekonomi, termasuk sekolah dan event olahraga, diharapkan akan kembali mendorong konsumsi dan pertumbuhan ekonomi.

Namun arah pemulihan ke depan, selain diliputi ketidakpastian tinggi, juga diyakini berpotensi tidak inklusif.

“Pemulihan pasca pandemi akan ideal ketika semua sektor tumbuh dengan kecepatan yang sama, sehingga manfaat pertumbuhan akan dirasakan secara merata,” tutur Askar.

Dia mengungkapkan pada periode 2014-2020, pertumbuhan pengeluaran per kapita antar kelas ekonomi terlihat merata, menandakan manfaat pertumbuhan yang dinikmati semua.

“Namun, Pola tersebut berubah drastis pada masa pandemi, Maret – September 2020, dimana beban kejatuhan ekonomi tidak ditanggung merata, lebih banyak ditanggung oleh kelas menengah,” papar Askar.

Menurutnya selama pandemi kelas menengah mengalami kejatuhan pengeluaran per kapita paling dalam seiring kejatuhan sektor formal-modern.

“Pemulihan ekonomi pasca pandemi secara ironis memiliki tendensi menciptakan kesenjangan yang semakin lebar yaitu si kaya semakin kaya, si miskin semakin miskin,” ungkap Askar.

Pola pemulihan yang umum dikenal dengan K-shape ini, terjadi karena pemulihan didominasi sektor tertentu yang hanya menguntungkan kelas atas.

“Dengan K-shape recovery, kami memproyeksikan pertumbuhan pengeluaran per kapita ke depan akan lebih didominasi kelas menengah-atas, sedangkan kelas menengah-bawah hanya akan tumbuh moderat – rendah,” beber Askar.

Sumber: