Kritisi Tanam Singkong untuk Food Estate, Politisi Demokrat: Sama Saja Buang Emas untuk Dapat Perak

Kritisi Tanam Singkong untuk Food Estate, Politisi Demokrat: Sama Saja Buang Emas untuk Dapat Perak

Program tanam singkong dalam proyek food estate pemerintah dianggap anggota Komisi IV DPR RI Suhardi Duka kebijakan yang keliru. Alasannya, proyek tersebut dilakukan dengan cara mengkonversi kawasan hutan yang masih alami.

Selanjutnya diganti dengan tanam singkong sebagai upaya menambah cadangan pangan strategis. “Kawasan hutan yang masih alami itu bagaikan emas. Jadi, kita membuang emas untuk menanam suatu yang bagaikan perak," tegas Suhardi.

"Bayangkan, bagaimana daya dukung ekonomi terhadap singkong itu dibandingkan dengan daya dukung ekonomi terhadap lingkungan itu sendiri. Kita salah mengambil prioritas dalam mengambil kebijakan,” ujar Suhardi lagi.

Anggota Fraksi Partai Demokrat DPR RI ini menambahkan kepentingan rakyat dalam proyek food estate tersebut dinilai kecil. Jika dibandingkan kepentingan perusahaan (korporasi) yang mengelolanya, atau yang disebut dengan off-taker.

Karena itu, Suhardi meminta agar tidak mengambil kebijakan yang bersifat jangka pendek dan bersifat ekonomi semata.

“Negara Indonesia ini kaya. Tetapi, kalau kita salah dalam me-manage dalam jangka pendek kita kehilangan segalanya,” kata Suhardi dilansir Selasa (23/11).

Seharusnya, ujar Suhardi, anggaran yang besar untuk proyek food estate lebih baik dialihkan saja untuk subsidi petani dalam bentuk bantuan pupuk dan sejenisnya.

Sebab, nilai ekonomi yang dihasilkan, jauh lebih tinggi dibandingkan untuk memenuhi kebutuhan singkong untuk masyarakat Indonesia.

“Nilai ekonomi tutupan hutan yang begitu luas, lalu kita ubah dengan menanam singkong. Berapa sih kebutuhan singkong untuk Indonesia dan berapa nilai ekonominya?” sangsi Suhardi.

Diketahui, dalam UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, proyek food estate tersebut seharusnya menggunakan nomenklatur Kawasan Sentra Produksi Pertanian (KSPP).

Lahan KSPP ini dinilai masih belum optimal diberdayakan, dibandingkan membuka lahan baru dengan membabat hutan.

Jika lahan KSPP ini dapat dioptimalkan, maka Suhardi yakin Indeks Pertanaman (IP) Indonesia yang saat ini baru di angka 1,52 akan meningkat menjadi 2.

“Kan masih banyak lahan selama ini yang hanya mampu ditanaminya 1 kali akibat pengurangan pengairan. Kalau itu kita tingkatkan dua kali lipat, itu jauh lebih besar manfaatnya dibandingkan kita menanam food estate yang menanam singkong itu,” tandasnya. (khf/zul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: