JoMan Bukan Jokowi, Politisi PDIP: Ini Harus Dibedakan, Jokowi Sendiri Sudah Tegas Menolak

JoMan Bukan Jokowi, Politisi PDIP: Ini Harus Dibedakan, Jokowi Sendiri Sudah Tegas Menolak

Wacana perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode muncul seiring dengan usulan Amandemen UUD 1945 pada 2019 lalu. Politisi senior Amien Rais juga pernah melontarkan tudingan itu.

Akhirnya, isu tersebut bergulir di ranah publik dan menjadi polemik. Selain itu, relawan Jokowi Mania (JoMan) juga pernah mengungkapkan wacana tersebut.

"Itu hak kawan-kawan dari JoMan menyampaikan aspirasinya. Yang pasti JoMan itu bukan Jokowi. Ini harus dibedakan. Karena, Jokowi sendiri sudah tegas menolak perpanjangan jabatan 3 periode. Sebab, hal itu jelas bertentangan dengan konstitusi," tegas Ketua DPP PPP, Achmad Baidowi di Jakarta, Kamis (16/9).

Menurutnya Jokowi tidak mungkin menunjukkan dukungan kepada salah satu bakal capres. Sebab, Pilpres 2024 masih lama. Jokowi, lanjutnya, hingga saat ini masih fokus menangani pandemi COVID-19.

"Kalau alasannya hingga saat ini belum ada arahan dari Jokowi, ya karena preisden fokus menangani masalah di negeri ini. Khususnya pandemi Corona. Jokowi sebagai negarawan tidak mungkin menunjukkan afiliasi ke calon mana pun saat ini. Pemilu kan masih lama," urainya.

Sementara itu wacana amandemen UUD 1945 menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Ada yang setuju. Ada pula yang tidak. Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyebut Amandemen bukan sesuatu yang tabu.

Dia memastikan pasal 7 UUD 1945 yang mengatur masa jabatan presiden dan wakil presiden tidak pernah diutak atik.

"Idealnya, konstitusi yang dibangun dan perjuangkan adalah konstitusi yang hidup. Sehingga mampu menjawab segala tantangan zaman. Serta konstitusi yang bekerja dan yang benar-benar dijadikan rujukan dan dilaksanakan dalam praktik kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara," ujar Bamsoet dalam sebuah diskusi virtual di Jakarta, Kamis (16/9).

Dia membandingkan dengan Amerika Serikat. Menurutnya, negara adidaya itu selama ini menjadi rujukan dalam implementasi sistem demokrasi seluruh dunia. "Di Amerika lebih dari 27 kali dilakukan amandemen konstitusi," imbuhnya.

Dikatakan, agar konstitusi hidup dan bekerja, maka konstitusi tidak boleh anti terhadap perubahan. Sebab, perubahan zaman adalah sebuah keniscayaan yang tidak dapat terhindarkan.

"Tugas kita adalah memastikan perubahan tersebut menuju arah yang lebih baik. Tentunya tetap memastikan kelestarian nilai-nilai luhur yang menjadi original para founding fathers saat mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Termasuk merumuskan naskah konstitusi," papar politisi Partai Golkar ini.

Bamsoet tidak menampik adanya kekhawatiran sebagian kalangan yang curiga amandemen terbatas UUD 1945 tersebut, membuka peluang pada beragam substansi lain di luar Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Misalnya, masa jabatan presiden dan wakil presiden menjadi tiga periode.

"Menyikapi isu ini, saya perlu menegaskan MPR RI tidak pernah melakukan pembahasan apapun untuk mengubah pasal 7 UUD 1945. Pasal ini mengatur tentang masa jabatan presiden dan wakil presiden. Isu tersebut tidak pernah dibahas di MPR. Baik dalam forum rapat pimpinan, rapat-rapat alat kelengkapan MPR, ataupun rapat gabungan pimpinan MPR dengan pimpinan fraksi," pungkasnya. (rh/zul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: