YLBHI Minta Presiden Jokowi Bebaskan Saiful Mahdi, Dosen yang Ditahan karena Kritik Kampusnya lewat WA

YLBHI Minta Presiden Jokowi Bebaskan Saiful Mahdi, Dosen yang Ditahan karena Kritik Kampusnya lewat WA

Divonisnya Saiful Mahdi, dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, penjara tiga bulan, gara-gara mengkritik penerimaan dosen kampusnya terus menjadi buah bibir. Apalagi, kritikan dosen itu dilakukan melalui media sosial (medsos), yakni grup WhatsApp (WAG).

Saat ini, Saiful Mahdi sedang menjalani hukuman penjaranya, usai dieksekusi Tim Kejari Banda Aceh di Lapas Kelas IIA Banda Aceh di Lambaro, Aceh Besar.

Dukungan terhadap Saiful Mahdi yang dieksekusi, Kamis (2/9) lalu, itupun berdatangan dari berbagai pihak. Salah satunya diungkapkan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dengan meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan amnesti dan membebaskan Saiful Mahdi.

“Pak Jokowi menyatakan setuju dengan problematika UU ITE dan dia akan merevisi UU ITE, maka sangat layak bahkan cenderung wajib Pak Presiden mengabulkan amnesti dari pak Saiful Mahdi,” ucap Isnur seperti yang dilansir dari PojokSatu.id.

Vonis terhadap Saiful Mahdi mendapat sorotan dari staf ahli Menkominfo bidang hukum, Prof Henri Subiakto. Guru besar Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini mengatakan vonis terhadap Saiful Mahdi merupakan salah satu bentuk kekeliruan dan kedzoliman.

“Kalau kritik dari Dr. Syaiful Mahdi ini dinilai oleh para hakim dan penegak hukum sebagai pindana yang layak diadili dan dihukum, maka pengadilan dan Lapas akan penuh orang yang sekarang biasa menyampaikan berbagai pendapat di medsos,” kata Henri Subiakto di akun Twitternya, @henrysubiakto, Jumat (3/9).

“Kekeliruan dan kedzoliman seperti ini harus diluruskan,” tegas Henri.

Henri mengkritik dosen yang melaporkan Syaiful Mahdi ke polisi gara-gara kritiknya di WhatsApp grup.

“Mereka akademisi kampus yang mempidanakan kritikan Dr. Syaiful Mahdi itu tidak layak sebagi insan akademis yang harusnya terbuka, demokratis dan mengembangkan dialog,” katanya.

Menurut Henri, seorang civitas akademika seharusnya mengedepankan dialog, bukan main lapor ke polisi. “Celakanya UU ITE diterapkan secara salah, sehingga jadi dzolim seperti ini,” tandas Henri Subiakto. (one/pojoksatu)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: