Gambling Gagal Southgate, Ulangi Memori Kekalahan Inggris di Euro 1996

Gambling Gagal Southgate, Ulangi Memori Kekalahan Inggris di Euro 1996

Inggris kembali menangis di Wembley Stadium setelah kalah dari Italia di babak final Piala Eropa 2020. Gambling yang dilakukan Gareth Southgate saat adu penalti gagal membawa The Three Lions ke podium tertinggi.

Tanggung jawab di balik kegagalan Inggris mencatatkan sejarah dan meraih gelar pertamanya di ajang Piala Eropa kembali harus diterima Southgate. Pada EURO 1996, di stadion sama pada 26 Juni 1996, Southgate yang menjadi algojo keenam Inggris gagal menaklukkan kiper Jerman, Andreas Kopke yang membuat negaranya kalah 5-6 dalam drama adu penalti.

Setelah 25 tahun, Southgate kembali harus menjadi “kambing hitam” kegagalan Tim Tiga Singa. Dalam kapasitas sebagai Manajer Inggris, perjudian yang ia lakukan dalam memilih algojo penalti membuat The Three Lions harus kembali takluk di tangan Inggris.

Marcus Rashford, Jadon Sancho, serta pemain berusia 18 tahun, Bukayo Saka yang ia tunjuk sebagai eksekutor tidak mampu menaklukkan kiper Italia, Gianluigi Donnarumma. Rashford yang menjadi algojo ketiga hanya menghajar tiang gawang.

Sementara tendangan Sancho dan Saka dengan mudah dibaca Donnarumma. Inggris pun kalah 2-3 setelah Manuel Locatelli, Leonardo Bonucci, dan Federico Bernardeschi mampu menaklukkan Jordan Pickford.

Keputusan Southgate menunjuk tiga pemain muda sekaligus menjadi algojo menjadi sorotan utama pasca laga final kemarin. Dengan besarnya tekanan yang harus pemain dihadapi, keputusan itu dianggap terlalu berisiko.

Apalagi, pemain yang dikorbankan untuk memainkan mereka di menit akhir pertandingan secara mental dan pengalaman lebih baik. Seperti diketahui, Rashford dan Sanco masuk lapangan di menit ke-120 menggantikan Kyle Walker dan Jordan Henderson.

Khusus Henderson, dia adalah salah satu pemain dengan pengalaman cukup banyak menjadi penendang 12 pas dan tentu saja mampu menghadapi tekanan. Selain itu, masih ada nama seperti Jack Grealish yang juga terbiasa jadi algojo di Aston Villa.

Berbicara setelah pertandingan, Southgate menegaskan dia sepenuhnya bertanggung jawab atas pertaruhannya. “Kami bersiap sebaik mungkin untuk itu dan itu tanggung jawab saya, saya memilih orang-orang untuk mengambil tendangan,” kata Southgate kepada ITV Sport dikutip dari talkSPORT.

Menurut Southgate, keputusan ini terencana. Termasuk memasukkan Rashford dan Sancho di akhir babak extra time yang dianggap sangat terlambat. “Kami memutuskan untuk melakukan perubahan tepat di akhir pertandingan dan kami menang dan kalah bersama sebagai tim," tegas Southgate.

Terkait memilih Saka sebagai algojo kelima, Southgate menjelaskan semua itu berdasarkan latihan menjelang final. “Itu keputusan saya untuk memberinya penalti itu, jadi itu sepenuhnya tanggung jawab saya: itu bukan dia, Marcus atau Jadon. Kami mengerjakannya dalam pelatihan dan itulah urutan yang kami dapatkan,” jelas Southgate.

Mantan pelatih timnas Inggris U-21 dan U-23 itu mengakui keputusannya memang menjadi pertaruhan. Namun, ia percaya bahwa nama-nama yang dipilihnya adalah eksekutor terbaik mereka dan paling siap.

“Itu selalu merupakan risiko yang Anda hadapi, tetapi sejauh ini mereka adalah yang terbaik. Itu adalah pertaruhan, tetapi jika kami bertaruh lebih awal, kami mungkin akan kalah dalam perpanjangan waktu dengan cara apa pun," papar Southgate.

Kekecewaan pada keputusan Southgate dilampiaskan pendukung Inggris dengan pelecehan online yang ditujukan kepada pemain-pemain tersebut. Dan legenda Inggris, Rio Ferdinand menegaskan tidak ada yang bisa disalahkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: