Dibikin Meme Tukan Bual, Presiden Jokowi: Ada yang Bilang Juga Saya Itu Klemar-klemer, Plonga-plongo
Mahasiwa menjuluki Presiden Joko Widodo the king of lip service. Disebut begitu Jokowi santai. Bahkan dirinya menyebut kritik yang dilayangkan mahasiswa kepada dirinya merupakan hal yang biasa pada era demokrasi sebagai bentuk ekspresi mahasiswa.
"Kan itu sudah sejak lama. Dulu ada yang bilang saya ini klemar-klemer. Ada yang bilang juga saya itu plonga-plongo. Kemudian ganti lagi. Ada yang bilang saya ini otoriter. Kemudian ada juga yang ngomong saya ini bebek lumpuh. Baru-baru ini, saya ini bapak bipang, dan terakhir ada yang menyampaikan the king of lip service," ujar dalam sesi wawancara di Istana Merdeka, Jakarta, yang ditayangkan melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden di Jakarta, Selasa (29/6).
Jokowi menyatakan hal tersebut bentuk ekspresi mahasiswa. Di negara, demokrasi hal tersebut boleh dilakukan. "Saya kira ini bentuk ekspresi mahasiswa dan negara demokrasi. Jadi, kritik itu, boleh-boleh saja. Universitas tidak perlu menghalangi mahasiswa berekspresi," papar Kepala Negara.
Meski begitu, Jokowi mengingatkan bangsa Indonesia memiliki budaya tata krama dan kesopansantunan."Tapi kita ini memiliki budaya tata krama, memiliki budaya kesopansantunan. Saya kira biasa saja. Mungkin mereka sedang belajar mengekspresiakan pendapat. Tapi yang saat ini penting kita semuanya memang bersama-sama fokus untuk penanganan pandemi COVID-19," pungkas Jokowi.
Sementara itu sinergi pemerintah dan masyarakat dianap sangat penting untuk menekan penularan COVID-19 di Tanah Air. Sayannya selama ini, sinergi tersebut belum terbentuk secara menyeluruh di Indonesia.
"Kalau bicara secara umum, kita masih melihat belum adanya sinergi yang memadai. Karena informasi yang diterima masyarakat beragam," ujar Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University Dicky Budiman di Jakarta, Selasa (29/6).
Menurutnya, paling penting saat ini adalah menemukan kasus COVID-19 sebanyak mungkin di rumah. Kalau pelacakan hanya mengandalkan tenaga kesehatan tidak akan efektif. Untuk itu butuh sinergi dengan masyarakat.
"Apalagi dengan melonjaknya kasus di rumah sakit. Jadi sinergi itu bisa libatkan kader dan tokoh masyarakat terlibat. Tenaga kesehatan bisa menjadi supervisor," papar Dicky.
Dia berpendapat sinergi perlu diterapkan hingga ke tingkat bawah. Peran pemerintah daerah sampai level RT sangat vital. Karena bertanggung jawab dan paling mengetahui kondisi daerah masing-masing. "Menurut saya, peran pemerintah daerah masih belum optimal dan cenderung masih mengandalkan atau menunggu pusat," tukasnya.
Pemerintah pusat membuat kebijakan strategis berupa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro untuk menekan kasus COVID-19. Kebijakan itu diatur dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 2021.
Dicky mengatakan, kebijakan PPKM skala mikro sudah tepat. Agar efektif disarankan sebagian besar masyarakat bisa bekerja dari rumah. PPKM skala mikro sudah beberapa kali diperpanjang. Pemerintah semakin memperkuat penerapan PPKM skala mikro mengingat kasus terus meningkat.
Sementara itu, Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Letjen TNI Ganip Warsito mengatakan pelaksanaan PPKM skala mikro perlu kolaborasi berbagai pihak. "Untuk bisa melakukan pencegahan, pembinaan, ketegasan, dan konsistensi dalam melaksanakan aturan perlu koordinasi, komunikasi, dan kolaborasi antarpihak,” tegas Ganip. (rh/zul/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: