Penghina Presiden Terancam 4,5 Tahun Penjara, Novel PA 212: Dikritik Bahkan Sampai Dihinapun adalah Bagian Asp
Wasekjen DPP PA 212 Novel Bamukmin menilai, pasal penghinaan presiden sangat mengekang kebebasan pendapat rakyat dalam mengkritisi pemerintah.
Mengingat kedudukan presiden di negara demokrasi di bawah rakyat.
Tidak heran jika pasal penghinaan presiden yang masuk dalam draf RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) mendapat kecaman dari sejumlah umat islam.
“Presiden kedudukannya di bawah rakyat seharusnya melindungi rakyat dan siap dikritisi, dikritik bahkan sampai dihinapun adalah bagian aspirasi rakyat,” kata Novel dikutip dari Pojoksatu.id, Jumat (11/6).
Menurut Novel, kritikan dan hinaan itu sebagai kontrol kinerja terhadap presiden.
Bukannya malah mempidanakam rakyatnya yang lantang mengkritik pemerintahnya. Hal ini jelas membunuh demokrasi rakyat. Padahal dengan kepentingan yang lain, rezim ini sangat mendewakan demokrasi.
“Iklim demokrasi memang seharusnya seperti itu karena kekuasaan tertinggi di tangan rakyat,” ucap Novel.
“Tapi ketika rakyat sudah bereaksi keras maka muncullah kediktatorannya dengan begini sudah mengubah demokrasi menjadi pemerintahan yang ototarian atau diktator,” ujarnya lagi.
Seperti diketahui, pasal penghinaan presiden dan wakil presiden kembali muncul dalam RKUHP terbaru. Penghinaan terhadap presiden dan wapres dikenai ancaman maksimal 3,5 tahun penjara. Bila penghinaan dilakukan lewat media sosial atau sarana elektronik, ancamannya menjadi 4,5 tahun penjara.
Sementara itu, bagi yang menghina lembaga negara, seperti DPR, bisa dihukum penjara maksimal 2 tahun penjara.
Namun pada tahun 2006 lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 pernah membatalkan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam KUHP. Saat itu, MK menilai Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP bisa menimbulkan ketidakpastian hukum karena tafsirnya yang amat rentan manipulasi. (Fir/Pojoksatu/ima)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: