Sahabat D-dimer
"Akhirnya saya teliti pasien-pasien saya. Di antara yang pasang stent, ada empat orang yang D-dimer-nya tinggi. Tidak apa-apa," ujar dokter Jeffrey.
Mereka itu umumnya sakit jantung. Yang harus dipasangi ring (stent) di pembuluh darah di jantung mereka.
Saya pun dipasangi stent di aorta saya. Yang jumlahnya jauh melebihi mereka. Mungkin saya pemegang rekor terbanyak di Indonesia. Stent yang dipasang di aorta saya sebanyak 760 ring. Dijejer-jejer. Sepanjang setengah meter lebih.
Yang empat orang itu paling hanya dipasangi ring tidak sampai 6 buah.
Pendapat dokter Jeffrey itu juga saya sampaikan ke dokter Ben Chua.
Tapi, saya yang belum bisa menerima pendapat itu. Berbagai upaya terus saya lakukan. Jangan-jangan D-dimer saya itu benar-benar happy hypoxia. Akibat Covid.
Tapi, begitu semua upaya itu gagal, saya pun pasrah. Saya menghubungi kembali dokter Ben Chua. Minggu lalu.
Saya ceritakan bahwa saya baik-baik saja. Tidak punya keluhan. Tidak merasa ada kelainan. Tidak kekurangan suatu apa. Tapi, D-dimer saya tetap tinggi.
"Bagaimana mengatasinya?" tanya saya.
"Kalau ke lab tidak usah periksa D-dimer lagi," jawabnya.
Begitu simpel jalan keluar itu.
Saya memang sering bercanda dengan dokter yang sangat perhatian itu. Ia berpendapat sudah begitu lama saya mengalaminya tanpa ada gangguan apa-apa.
Saya pun tertawa.
Ia juga tertawa.
Saya pun punya sahabat baru: cendol darah di darah saya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: