Tabah sampai Akhir

Tabah sampai Akhir

Apakah mereka emosi dan marah-marah? Terutama ketika mereka tahu sekian menit lagi mereka akan meninggal dunia?

Orang memang tidak tahu kapan akan meninggal. Tapi 53 orang itu tahu. Kapan, jam berapa, berapa menit lagi.

Tapi mereka bukan orang biasa seperti kita. Mereka punya watak dan kejiwaan yang luar biasa. Ditambah dengan doktrin kejuangan keprajuritan TNI-AL.

Wira Ananta Rudira.

Tabah Sampai akhir.

Dalam doktrin itu ketenangan adalah kuncinya. Emosi dan marah hanya akan membuat oksigen cepat habis.

Saya ingat peristiwa para pemain bola junior Thailand yang terjebak dalam gua. Peristiwa itu mengajarkan banyak hal. Sampai-sampai saat ke Bangkok dulu saya perlukan berkunjung ke gua itu –di perbatasan dengan Myanmar.

Saat itu, pelatih mereka mengumpulkan para pemain di satu tempat yang tidak tergenang air di dalam gua itu. Sang pelatih mengarahkan para remaja itu untuk tetap tenang. Padahal sama sekali tidak ada makanan. Mereka hanya minum dari air yang menetes di dalam gua. Mereka dibuat yakin akan ada penolong yang datang. Yang ternyata baru bisa masuk gua di hari ketiga.

Di kapal selam itu sebaliknya. Banyak makanan dan minuman. Cukup. Tapi kemungkinan kedatangan tim penolong sangat kecil.

Mereka tahu Indonesia tidak punya kapal penolong kapal selam. Singapura punya satu buah. Malaysia punya satu buah. Demikian juga negara-negara yang punya kapal selam.

Maka komandan kapal selam itu, Heri Oktavian, letnan kolonel pelaut, menjadi penentu apa yang masih bisa dilakukan. Semua akan tunduk pada komandan.

Bayangan saya, mereka terus mengusahakan apa pun yang masih bisa diperbaiki. Sampai pun hari ketiga daya oksigen itu habis. Dengan tenang. Tanpa kepanikan. Siapa tahu detik terakhir kapal itu bisa bergerak lagi.

Bayangan saya yang lain, semua prajurit berdinas di tempat masing-masing. Terutama merawat persenjataan. Seolah mereka sedang berada di medan tempur. Mereka tahu akan meninggal. Tapi mereka juga tahu harus meninggal di medan pertempuran –bukan di tempat tidur.

Itulah jiwa prajurit.

Maka saya setuju mereka itu meninggal dalam status sedang bertempur. Kelak, kalau kapal itu ditemukan, akan diketahui di mana saja posisi 53 prajurit itu. Apakah semua di tempat tidur atau di tempat tugas masing-masing. Atau di tempat yang lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: