Sebut Kubu Moeldoko Terkesan Modal Nekat dan Niat Buruk, Pakar Singgung Anak Buah Hitler

Sebut Kubu Moeldoko Terkesan Modal Nekat dan Niat Buruk, Pakar Singgung Anak Buah Hitler

Penolakan pengesahan hasil Kongres Luar Biasa (KLB) kubu Moeldoko disinggung Pakar Politik lulusan NTU, Singapura M. Isnaini.

Apalagi, pengacara Razman Nasution sebagai kuasa hukum kubu Moeldoko juga telah resmi mengundurkan diri.

Dikatakannya, Kementerian Hukum dan HAM secara tegas menolak mengesahkan KLB kubu Moeldoko yang digelar di Deli Serdang Sumatera Utara. Berdasar itu, konflik di tubuh Partai Demokrat seharusnya sudah berakhir.
 
Dari kejadian itu saja, lanjut Isnaini, tampak bahwa kubu rival AHY itu terlalu nekat dalam bermanuver politik.

“Terkesan hanya bermodalkan nekat dan niat buruk,” ungkap Isnaini dalam keterangannya, Rabu (14/4) dikutip dari Fin.

Lebih lanjut, Isnaini juga menyoroti soal ‘gaya perang’ kubu Moeldoko yang menurutnya seperti menggunakan tesis Menteri Penerangan Publik dan Propaganda Nazi di era Perang Dunia II Paul Joseph Goebbels.

Diketahui, anak buah Hitler itu pernah menegaskan bahwa praktik manipulasi kebohongan secara sistematis dalam dunia modern sebagai salah satu strategi peperangan.

Dituturkan Isnaini, Goebbels menyebarluaskan berita bohong melalui media massa sebanyak dan sesering mungkin. Hal tersebut terus menerus dilakukan hingga kebohongan itu dianggap sebagai suatu kebenaran.

Goebbels juga menciptakan praktik komunikasi sesat yang digunakan oleh banyak orang saat ini dengan lebih dahsyat, karena menggunakan platform dunia digital.
 
“Tak hanya fenomena post-truth, ada satu fenomena lain yang sekarang ini berkembang, yang kita kenal dengan fenomena half-truth. Half-truth adalah kebenaran atau fakta yang disampaikan hanya sebagian,” jelasnya.

Karena itu, cara-cara seperti itu harus dilawan, agar masyarakat juga tidak mudah asal menerima segala macam informasi yang belum terverifikasi kebenerannya.

Dalam konteks konflik Demokrat adalah contohnya soal kubu Moeldoko yang mengatakan bahwa penolakan oleh Kemenkumham adalah upaya pemerintah melempar persoalan ke Pengadilan. Supaya kubu Moeldoko bisa memenangkannya di Pengadilan. 

“Saya pikir ini pemikiran sesat,” Kata Isnaini.

Menurut Isnaini, pernyataan ini sama saja dengan menganggap pemerintah tidak bekerja maksimal. Padahal, pemerintah sudah bekerja dengan sungguh-sungguh untuk menegakkan hukum dengan sebenar-benarnya dan seadil-adilnya berdasarkan data dan fakta.

“Jangan pernah menganggap hukum di negeri ini, dalam hal ini pengadilan, bisa dibeli dengan uang dan tidak menggunakan akal sehat,” ujarnya.

Belum lagi, lanjutnya, soal gugatan AD ART PD 2020. Sesuai UU PTUN Ps. 55, batas waktu untuk menggugat AD ART itu 90 hari setelah disahkannya AD ART itu oleh Menkumham. Artinya, peluang ini sudah kedaluwarsa, AD ART 2020 sudah disahkan oleh Kemenkumham setahun lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: