Tidak Punya Biaya, Sarana MCK Warga Dibuat Seadanya, Hanya Ditutupi Kain dan Bambu

Tidak Punya Biaya, Sarana MCK Warga Dibuat Seadanya, Hanya Ditutupi Kain dan Bambu

Sarana Mandi Cuci Kakus (MCK) menjadi bagian yang vital dari sebuah rumah.

Di Desa Pecangakan Kecamatan Adiwerna, ada warga miskin yang kamar mandinya hanya ditutupi kain dan bambu setinggi satu meter saja.  

Rumah tersebut milik Rositah (47) warga RT 05 RW 02 Desa Pecangakan, Kecamatan Adiwerna. 
Rositah (47) saat ditemui di rumahnya, Senin (12/4) mengatakan, kendati rumahnya sudah berdinding tembok tetapi dia tidak memiliki sarana kamar mandi seperti rumah pada umumnya. 

Kamar mandi miliknya hanya ditutup dengan kain dan bambu yang tingginya sekitar 1 meter di belakang rumahnya.

Praktis, setiap mandi dan mencuci baju, terlihat jelas dari luar. Padahal ketiga anaknya sudah besar. Yang pertama, laki-laki berusia 22 tahun. Statusnya belum berkeluarga dan masih menganggur. 

Anak nomor dua perempuan berusia 21 tahun. Saat ini, ia bekerja sebagai cleaning service di salah satu rumah sakit di sekitar Kecamatan Adiwerna. 

Kemudian anak yang nomor tiga juga perempuan. Usianya masih 11 tahun tapi tidak melanjutkan sekolah karena terbentur masalah biaya. 

"Kasihan anak-anak saya kalau mandi kelihatan dari luar. Soalnya kamar mandinya tidak ada gentengnya. Cuma ditutup dengan kain, itupun tidak tinggi," katanya. 

Soal keluarga, tambah Rositah, sebenarnya dia memiliki suami tetapi merantau di Jakarta. Namun sejak tiga tahun terakhir, suaminya tak pernah menafkahinya. 

Untuk menutup kebutuhan hidupnya sehari-hari, Rositah terpaksa menjadi tukang urut dan mencari bawang merah atau lazim disebut gampung. Hasil keringatnya itu, tidak banyak. Hanya bisa untuk makan bersama ketiga anaknya. 

"Sebenarnya WC di rumah saya juga rusak. Tapi mau bagaimana lagi, saya tidak punya uang untuk memperbaikinya. Saya dan anak-anak cuma bisa pasrah saja. Semoga ada dermawan yang membantu keluarga saya," tambahnya.

Rumah ini, lanjut Rositah, merupakan jerih payahnya bersama suami. Sedangkan tanahnya, milik orangtua suaminya. Sebagian lantai di rumah itu belum dikeramik. 

Hanya di bagian depan yang sudah ada keramiknya. Itu pun harus hutang yang diangsur hingga berbulan-bulan. Termasuk meja kursi di ruang tamu juga dibelinya dengan cara mengangsur. 

Untuk mengangsur itu, dirinya bersama anak-anak harus irit. Makan juga seadanya, yang penting perut kenyang. Saat disinggung apakah sudah pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah, dirinya mengaku ketika anaknya masih sekolah, pernah mendapat bantuan Program Keluarga Harapan (PKH). 

Sumber: