Era Abraham Samad Disebut Menari-nari di Isu BLBI, Denny Siregar: KPK Lama Waktu Itu Dianggap Malaikat

Era Abraham Samad Disebut Menari-nari di Isu BLBI, Denny Siregar: KPK Lama Waktu Itu Dianggap Malaikat

Dibombardir pertanyaan seputar penerbitan SP3 tersangka kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Sjamsul Nursalim, pegiat sosial Denny Siregar mengungkit pejabat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lama.

Dia menilai KPK amat politis. Hasil tangkapannya kecil, tetapi promo yang ditampilkan lewat media sangat besar. Mereka menutupi kelemahan dengan pencitraan besar-besaran di media.

Bahkan Denny mengurai bahwa BLBI merupakan salah satu bagian dari pencitraan KPK lama. Kasus ini dianggap seksi secara politis karena diyakini akan menyerempet nama Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang saat peristiwa itu terjadi sedang menjabat presiden.

“Jadilah, KPK- zaman Abraham Samad- menari-nari di isu itu. Saya juga curiga ini bisa jadi pesanan politis lewat KPK,” tuturnya dalam akun Facebook pribadi, Minggu (4/4).

Denny merasa heran saat kasus BLBI kemudian dibuka kembali oleh KPK. Seolah KPK tengah mengincar satu nama, yaitu Sjamsul Nursalim. Menurutnya bidikan KPK itu terasa aneh, sebab ada nama lain yang sebenarnya disebut menerima uang BLBI.

“Ada Hasjim Djojohadikudumo. Ada Fadel Muhammad. Tapi mereka sama sekali nggak disentuh KPK,” tanyanya.

Sementara Sjamsul Nursalim sebagai pemegang saham dan pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) merupakan orang yang taat hukum. Bahkan yang bersangkutan telah mengembalikan uang yang pinjaman dari BLBI.

“Dan karena dia taat juga utangnya sudah lunas, Presiden Megawati akhirnya keluarkan surat pelunasan (release and discharge). Udah dong, Sjamsul Nursalim pegang bukti pelunasan. Dari presiden lagi,” urainya.

“Eh, tiba-tiba sama KPK dipermasalahkan bukti lunas itu. Ini ibarat kita dapat surat bukti lunas cicil mobil dari bank, trus tiba-tiba ada yang gugat kalau bukti lunas dari bank itu tidak sah? Kacau, kan?” sambung Denny Siregar dikutip dari RMOL.

Singkatnya, jika bukti lunas yang dikantongi Sjamsul Nursalim tidak diakui, maka kepercayaan dunia luar terhadap Indonesia, bisa anjlok. Sebab apa yang bisa dipercaya dari Indonesia jika surat lunas dari presiden dianggap tidak valid.

Di kasus ini KPK era lalu mengalami blunder. Mereka menangkap Syafrudin Tumenggung, kepala BPPN yang mengeluarkan surat bukti lunas itu atas persetujuan presiden. Syafrudin akhirnya bebas, karena memang dia tidak bersalah dan sebatas menjalankan tugas negara.

“Waktu Syafrudin ini bebas, KPK sudah malu sebenarnya. KPK lama waktu itu dianggap malaikat, siapapun yang mereka tangkap pasti bersalah. Eh, ternyata Syahrudin nggak bersalah, berarti KPK belum pasti bener dong kalo gitu?” ujarnya.

Karena terlanjur malu, sambungnya, KPK terus membuat pencitraan bahwa mereka akan berjuang bersama agar Sjamsul Nursalim dipenjara. KPK ingin mencitrakan diri sebagai pahlawan besar karena berani melawan seseorang yang telah dilabeli “koruptor besar”.

“Padahal mereka nggak punya bukti kuat. Tapi, ampun, pencitraan mereka di media itu yang memuakkan. Eh, jangan-jangan KPK dulu itu sebenarnya sedang menutupi kasus lain dengan pencitraan kasus BLBI ini? Ah, gak enak ngobrolnya,” sambungnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: