Atur Kompetensi Dai dan Pendakwah, Politisi PKS: KPI Jangan Offside

Atur Kompetensi Dai dan Pendakwah, Politisi PKS: KPI Jangan Offside

Anggota Komisi VIII DPR RI, Bukhori Yusuf mengkritik Surat Edaran KPI Nomor 2 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Siaran pada Bulan Ramadan. Dia menyoroti poin 6 Ketentuan Pelaksanaan huruf (d) seperti dikutip dari SE KPI Nomor 2 Tahun 2021;

“Mengutamakan penggunaan dai/pendakwah kompeten, kredibel, tidak terkait organisasi terlarang sebagaimana telah dinyatakan hukum di Indonesia, dan sesuai dengan standar MUI, serta dalam penyampaian materinya senantiasa menjunjung nilai-nilai Pancasila,” ungkapnya.

Ketua DPP PKS ini menganggap KPI telah melampaui kewenangannya sebagai lembaga negara yang independen sebagaimana ditegaskan dalam pasal 7 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Bukhori memperingatkan lembaga ini untuk menempatkan fungsinya sesuai proporsi yang semestinya.

“KPI tidak boleh terkooptasi oleh kepentingan politik kekuasaan. Kewenangan KPI berada pada wilayah etis, bukan pada wilayah politis. Jadi, jangan offside!” tegasnya, Selasa (23/3).

Lebih lanjut, Anggota Badan Legislasi ini khawatir surat edaran ini berpotensi membentuk opini yang bias di tengah masyarakat sehingga memicu pembelahan sosial akibat munculnya stigmatisasi terhadap dai/pendakwah tertentu melalui edaran tersebut.

“Dasar penilaian yang objektif menekankan pada gagasan spiritual dan rasionalitas yang dibawa oleh dai, bukan pada latar belakang kelompok/organisasi mereka,” terang Bukhori.

Sementara di sisi lain, pelarangan oleh pemerintah terhadap organisasi itu seharusnya dipahami oleh KPI dalam konteks pencabutan hak kebebasan organisasinya untuk beroperasi, bukan hak individunya. Artinya, individunya tetap memiliki hak untuk berbicara, apalagi untuk berdakwah.

“Hak berbicara, mengeluarkan pendapat tidak boleh dihalang sepanjang konten atau isi pembicaraannya tidak bertentangan dengan konstitusi dan nilai-nilai keagamaan serta tidak mengandung unsur adu domba maupun fitnah,” imbuhnya.

KPI semestinya bisa lebih cermat dalam melihat fakta sosiologis masyarakat yang tidak hanya terdiri dari satu golongan/aliran keagamaan semata. Karena itu, ia meminta dipertimbangkan kembali opsi untuk merevisi edaran tersebut sebelum menimbulkan konsekuensi serius di kemudian hari. (khf/zul/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: