Empat Misi Terawan
Terawan pun mendidik banyak dokter untuk punya keahlian di bidang itu. "Kira-kira 20 orang yang sudah saya didik bisa melakukan DSA. Termasuk yang kini bertugas di Solo itu," ujar Terawan.
Berapa orang yang sudah menjalani DSA?
“Sampai sekarang, di RSPAD saja, sudah lebih 40.000 orang," katanya.
Begitu banyaknya yang merasa mendapatkan manfaatnya. Saya pun tiba-tiba ingin agar istri saya menjalani DSA lagi. "Harus MRI dulu. Kalau tidak ada masalah tidak perlu DSA," jawabnya.
Awalnya memang kontroversi. Akhirnya begitu banyak yang memanfaatkannya.
Sebelum itu Terawan telah menjadi dokter spesialis radiologi. Pendidikan spesialis itu ia tempuh di Surabaya. "Istri yang minta saya memperdalam ilmu kedokteran di Airlangga," katanya.
Terawan tentu ingin mempertanggungjawabkan praktik DSA-nya secara ilmiah. Maka ia ambil S-3 –di Universitas Hasanuddin Makassar. Disertasi doktornya tentang DSA. Promotornya adalah Prof Irawan Yusuf. Guru Besar Unhas ini pernah menjabat dekan di sana. Prof Irawan meraih gelar doktor di Hiroshima University, Jepang.
Disertasi di Unhas itulah dokumen ilmiah yang Terawan persembahkan sebagai pertanggungjawaban ilmiah soal DSA.
Di keilmuan, Terawan sudah lengkap: dokter, spesialis, doktor. Ia kemudian juga diangkat menjadi kepala RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Terawan-lah kepala rumah sakit sejak masih berpangkat Brigjen, tetap di situ saat naik pangkat menjadi mayor jenderal, dan masih terus di situ ketika sudah berpangkat letnan jenderalw.
Di RSPAD pula Terawan merintis cara pengobatan yang lain: memasukkan obat kemo langsung ke dalam kankernya. Sampai sekarang cara seperti itu terus dilakukan - -dan pemakaiannya semakin luas.
Terawan mengakui itu bukan temuan ilmiahnya. Tapi ia yang pertama melakukannya di Indonesia.
Awal mulanya dari sebuah buku. Waktu itu Terawan diberi buku oleh seniornya: Prof. dr Suwandi –terakhir berpangkat kolonel dan sudah purnawirawan. Penulis buku itu sendiri seorang ahli dari Jepang.
Terawan mempelajari buku tersebut. Ia pikirkan. Ia renungkan. Lalu ia terapkan di RSPAD.
Untuk itu ia harus bekerja sama dengan ahli kanker. "Saya tidak ikut menentukan jenis obatnya. Ahli kanker yang menentukan. Saya hanya tukang antar obat itu ke sasaran," ujar Terawan.
Dengan demikian maka obat kemo tersebut bisa langsung masuk ke dalam kanker. Tidak sampai ikut merusak sel tubuh lain secara lebih luas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: