AHY Harus Siap Mental, Pengamat: Upaya Hukum Justru Bisa Tidak Menguntungkan Pihak AHY
Pasca dihelatnya Konferensi Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat, dua kubu saling klaim menempati jabatan yang sah. Hal ini bukan kali pertama partai memiliki dua kepemimpinan.
Berkaca dari pengalaman lalu, PKB, Golkar, bahkan PPP pernah mengalami hal yang sama. Hanya caranya yang berbeda. Penentuannya, tinggal upaya hukum, mulai dari pengajuan ke Kemenkumham hingga putusan pengadilan.
Hanya saja, perlu langkah berat bagi kubu Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono. Berkaca dari pengalaman partai besar pada masa lalu, upaya kudeta justru dimenangkan oleh yang merebut.
Direktur Political and Publik Policy Studies (P3S) Jerry Massie mengatakan, AHY harus siap mental. Alasannya, upaya hukum tersebut justru bisa tidak menguntungkan pihak AHY.
Jerry mencontohkan, pada saat Muhaimin Iskandar mengambil alih PKB dan menang atau ketika Jusuf Kalla merebut Partai Golkar dari Akbar Tanjung. ”PPP versi Romy Romahurmuziy hasil muktamar Pondok Gede juga sukses mengambil alih PPP dari Djan Faridz. Memang di Indonesia soal rebut-merebut partai sudah lazim terjadi,” terangnya.
Selanjutnya, munculnya nama Moeldoko sendiri dalam KLB, menurut Jerry, sebenarnya bisa dilihat dari linguistik verbal politik Moeldoko yang sejak awal agak mencurigakan.
Ia menilai, nama tersebut tersebut sudah dipersiapkan secara matang. Ada beberapa alasan mengapa Moeldoko bisa diusung.
Pertama, karena menurunnya jumlah suara dan kursi Demokrat di DPR. Padahal, Demokrat menjadi partai yang ditakuti Golkar dan PDIP pada 2004 dan 2009.
Pada Pemilu 2009, Demokrat menjadi pemenang pemilu legislatif. Partai berlambang mercy ini memperoleh 148 kursi di DPR RI, setelah mendapat 21.703.137 total suara (20,4 persen).
Demokrat meraih suara terbanyak di banyak provinsi, hal yang pada pemilu sebelumnya tidak terjadi seperti di Aceh, DKI Jakarta, dan Jawa Barat.
Kedua, generasi ke-4 dan 5 yang banyak duduk di posisi pimpinan Demokrat. Ini menimbulkan kecemburuan dari para senior dan pendiri partai. Ketiga, kurangnya pendekatan persuasif AHY hingga membuat sikap apatis terhadapnya.
”Sebetulnya jika Edhie Baskoro yang naik, lain lagi ceritanya. Sebab, dia lebih bisa diterima di internal ketimbang AHY,” nilai Jerry.
Selanjutnya, pemilihan AHY sebagai ketum Demokrat pada kongres 15 Maret 2020 secara aklamasi menjadi sumber bencana. (khf/zul)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: