Pandemi Covid-19, Volume Produksi Sampah Medis di Kabupaten Tegal Meningkat Tajam

Pandemi Covid-19, Volume Produksi Sampah Medis di Kabupaten Tegal Meningkat Tajam

Dinas Lingkungan Hidup memiliki tantangan baru sejak adanya pandemi Covid-19. Pasalnya, volume produksi sampah medis justru semakin meningkat.

Kepala DLH Kabupaten Tegal Muchtar Mawardi,  Sabtu (27/2) mengakui, tantangan baru muncul sejak adanya pandemi Covid-19 ini. Volume sampah yang diproduksi semakin meningkat. Sampah medis seperti masker sekali pakai, alat pelindung diri hingga material untuk penanganan pasien Covid-19 menambah volume produksi sampah secara signifikan. 

"Sampah yang terkategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) ini memerlukan penanganan khusus dan untuk memusnahkannya harus dengan cara dibakar di tanur tinggi atau insinerator,” katanya.

Soal penambahan volume sampah tersebut, tambah Muchtar Mawardi, dirinya membuat perbandingan. Jika di tahun 2019, volume sampah rata-rata yang dihasilkan 180 ton per hari, maka di tahun 2020 meningkat hingga 420 ton per hari. Menurutnya, itu baru sampah yang berhasil diangkut ke TPA Penujah. Jika ditambah sampah yang hanyut ke sungai, dibakar warga hingga yang dibuang sembarangan oleh masyarakat, tentunya akan lebih banyak lagi.

Bertambahnya volume sampah yang terangkut tersebut menjadikan TPA Penujah dalam kondisi darurat karena daya tampungnya hampir mendekati ambang batas. 

"Kondisi inilah yang mendorong pihaknya bersama komunitas peduli lingkungan terus menggalakkan gerakan pengelolaan sampah di tingkat lingkungan. Di samping memperbaiki infrastruktur persampahan dan memperluas lahan di TPA Penujah,” tambahnya.

Sistem sanitary landfill, lanjut Muchtar Mawardi, bisa segera diterapkan di TPAS Penujah untuk meminimalisir pencemaran lingkungan dan keselamatan kerja di TPAS Penujah. 

Dirinya mengimbau agar warga masyarakat tidak lagi membuang sampah sembarangan. Pemerintah desa bisa merelokasi serta tidak mendirikan tempat pembuangan sementara (TPS) sampahnya di tepi jalan ataupun di pinggir sungai. Karena penempatan TPS yang tidak tepat justru akan mengganggu kebersihan lingkungan. Bahkan mencemari lingkungan manakala volume sampahnya membludak. Dirinya menyarankan agar TPS di tingkat desa dibangun dengan sistem 3R atau reuse, reduce, dan recycle. (guh/ima)

Sumber: