Vaksin Covid-19 Berpolemik, Natalius Pigai: Pak Jokowi Belum Umum Status! Jangan Ngawur

Vaksin Covid-19 Berpolemik, Natalius Pigai: Pak Jokowi Belum Umum Status! Jangan Ngawur

Sebab Indonesia tidak menerapkan karantina wilayah, rakyat tidak bisa dipidanakan dengan UU Karantinaan bila menolak vaksin Covid-19.

“Penolakan vaksin tidak bisa dipidana dengan UU Karantina Kesehatan jika negara belum umumkan lockdown atau status karantina wilayah,” kata Mantan Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Natalius Pigai. 

Dia menilai, rakyat yang menolak untuk divaksin Covid-19, merupakan hak asasi yang diatur dalam undang-undang.

Seperti dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Bab III, pasal 5 yang berbunyi: Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggungjawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.

“Jadi hak asasi rakyat tolak vaksin,” kata Natalius Pigai di akun Twitter-nya, Rabu (13/1).

Pigai kemudian menanyakan statemen Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) Edward Hiariej yang menyebut bahwa rakyat yang menolak divaksin akan mendapat sanksi pidana.
 
“Saya tanya Wamen ini sekolah dimana? ngerti arti kekarantinaan? kurang baca ni UGM; UU Kesehatan, UU Tentang Kesehatan, UU Wabah. Kekarantinaan itu harus dengan National adress soal entry dan exit darat, laut dan udara. Lock dan open wilayah. Pak Jokowi belum umum status! jangan ngawur,” cetus Pigai.

Pigai mengatakan, pemerintah Jokowi seharusnya tidak main ancam kepada rakyat yang enggan divaksin.

“Jangan ancam rakyat, tapi Pemerintah Jokowi mesti dan harus bangun gagasan “sukarela dan Sukarelaisme” dalam pelayanan Vaksin COVID-19. Rakyat memiliki tanggungjawab moril untuk kesehatan. Itulah cara pandang litigate government dan respek pada HAM,” ungkap Natalius Pigai.

Sebelumnya, Wamen Kemenkum HAM Edward Hiariej menyatakan, masyarakat yang menolak vaksinasi Covid-19 dapat dijatuhi hukuman pidana paling lama 1 tahun penjara.

“Ketika pertanyaan apakah ada sanksi atau tidak, secara tegas saya mengatakan ada sanksi itu. Mengapa sanksi harus ada? Karena tadi dikatakan, ini merupakan suatu kewajiban,” kata Edward, Sabtu (9/1).

Guru besar hukum pidana Universitas Gadjah Mada itu mengatakan, ketentuan pidana bagi penolak vaksinasi diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Pasal 93 UU tersebut menyatakan, setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan/atau menghalangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat bisa dipidana dengan penjara paling lama satu tahun dan/atau denda maksimal Rp100 juta.

Sementara itu, pada Pasal 9 UU yang sama, disebutkan bahwa setiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan ikut serta dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan. (dal/fin/ima)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: