Kementerian dan Lembaga Kini Kelola Piutang di Bawah Rp8 Juta

Kementerian dan Lembaga Kini Kelola Piutang di Bawah Rp8 Juta

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyerahkan wewenang kepada Kementerian dan Lembaga (K/L) untuk menyelesaikan piutang dengan nominal di bawah Rp8 juta.

Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 163/PMK.06/2020 tentang Pengelolaan Piutang Negara pada K/L, Bendahara Umum Negara (BUN) dan Pengurusan Sederhana oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN).

Beleid tersebut merupakan transformasi tata kelola piutang negara. Nantinya akan dimulai dari kegitan penatausahaan, penagijan, penyerahan, dan pengurusan PUPN, penyelesaian, pembinaan, pengawasan, pengendalian dan pertanggungjawaban.

"Di PMK 163/2020 kita berbagi kewenangan, piutang sampai dengan Rp8 juta bisa mereka selesaikan sendiri. Jadi enggak ke PUPN semua,'' ujar Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-Lain DJKN Kemenkeu, Lukman Effendi, kemarin (4/12/).

Selain batasan besaran Rp8 juta, piutang yang dapat dikelola K/L adalah yang tidak memiliki barang jaminan, tidak ada dokumen yang membuktikan adanya dan besarnya piutang, serta piutang yang sengketa di Pengadilan Negeri, dan piutang yang dikembalikan atau ditolak oleh PUPN.

Ia menambahkan, K/L bisa melakukan berbagai cara dalam menyelesaikan piutang, di antaranya dengan melakukan restrukturisasi, kerja sama penagihan, parate eksekusi, crash program, gugatan ke Pengadilan Negeri, dan penghentian layanan.

Direktorat Jenderal kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu mencatat, piutang negara hingga saat ini tercatat Rp75,3 triliun. Piutang meliputi 59.514 Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN) yang terdapat pada Kementerian/Lembaga (K/L) serta pemerintah daerah.

Terpisah, ekonom INDEF Tauhid Ahmad menilai terkait debitur kesulitan membayar utang karena terdampak Covid-19. Semenatra, bagi yang tidak begitu berimbas maka tentu harus dilakukan penagihan-penagian berkelanjutan.

Menurut Tauhid, meski piutang negara ini masuk juga sebagai penerimaan kas negara, namun pemerintah tidak bisa mengandalkan sumber penerimaan dari piutang tersebut.

“Karena di tengah situasi pandemi ini apalagi amat sangat sulit menagih piutang tersebut. Karena kemungkinan besar akan banyak yang terdampak,” kata Tauhid.

Adapun dalam piutang negara ini memang paling mendominasi adalah dari piutang pajak dan piutang nonpajak yang dihasilkan oleh K/L serta bendahara umum negara yang mencapai Rp166,25 triliun. (din/zul/fin)

Sumber: