Daftar 175 Ribu Guru Honorer Penerima Bantuan Gaji Rp1,8 Juta Bocor dan Beredar di WhatsApp

Daftar 175 Ribu Guru Honorer Penerima Bantuan Gaji Rp1,8 Juta Bocor dan Beredar di WhatsApp

Data yang berisi informasi para guru honorer calon penerima bantuan subsidi upah (BSU) di Indonesia diduga bocor dan tersebar via Whatsapp Group (WAG). Data tersebut juga memuat nama, nomor induk kependudukan, nomor rekening, bahkan nama ibu kandung.

Sekadar diketahui, BSU tersebut akan dibagikan kepada dua juta orang pendidik dan tenaga kependidikan non-PNS. Dalam file yang beredar, hanya ada sekitar 175 ribu orang (guru honorer) penerima dari seluruh Indonesia dan bila dilihat dari kode nomor rekening yang tercantum, hanya berasal dari satu bank tertentu.

Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim menyayangkan terjadinya kebocoran data guru honorer calon penerima BSU yang tersebar via Whatsapp Group (WAG). Menurutnya, kebocoran data tersebut membuat para guru honorer resah.

"Kami sangat menyayangkan data pribadi ini bocor dan tersebar ke publik melalui WAG. Semestinya, pihak Kemdikbud dan pihak bank bisa menjaga kerahasiaan data pribadi para guru dan tenaga kependidikan yang akan menjadi calon nasabah bank tersebut," kata Satriwan di Jakarta, Jumat (20/11).

Menurut Satriwan, atas kejadian ini banyak guru honorer merasa resah dan khawatir bilamana ada pihak-pihak yang berniat jahat menggunakan data pribadi tersebut untuk tindak pidana.

"Potensi penyalahgunaan data kami para guru honorer ini bisa saja dilakukan oleh pihak tertentu yang ingin mengambil keuntungan," ujarnya.

Terlebih lagi, para guru honorer dan swasta yang belum mendaftarkan BSU pun akhirnya merasa takut dan cemas jika mau mendaftarkan diri secara daring. Mereka takut hal yang sama akan terjadi pada diri mereka.

"Ini mirip kejadian percakapan dalam penyederhanaan draf kurikulum beberapa waktu lalu. Kali ini yang bocor data guru. Dapat bantuan subsidi saja belum, datanya sudah bocor," kata Kabid Advokasi Guru P2G, Iman Z. Haeri.

Untuk itu, pihaknya meminta agar Kemendikbud dan pihak bank segera memproteksi secara kuat data pribadi para guru dan tenaga kependidikan tersebut.

"Perlu dilakukan apalagi jika mengingat jumlah calon penerimanya yang cukup banyak, hingga 2,03 juta orang dengan total anggaran Rp3,66 triliun," imbuhnya.

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mempertanyakan sistem pengelolaan data di Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK), selaku pengelola data BSU. Sebab, ini bukan kali pertama terjadi kebocoran data guru.

"Ini bukan yang pertama. Sebelumnya pada Mei 2020 diduga 1,3 data pegawai Kemendikbud bocor. Harusnya ini tidak boleh terjadi lagi, karena ini masalah serius," kata Ketua Umum PGRI, Unifah Rosyidi.

Menurut Unifah, perlindungan data pribadi di era saat ini sifatnya dinilai sangat penting. Bahkan, hal itu menjadi tolok ukur indikator profesionalisme.

"Kebocoran data seperti ini diharapkan menjadi yang terakhir. Dan tidak boleh terjadi lagi. Kami juga meminta, sistem proteksi data Kemendikbud harus dibenahi lagi," tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: