Ekonomi Loyo, Impor Komoditas Pangan Turun
Impor produk pertanian untuk komoditas pangan seperti jagung, kedelai, dan gandung, pada musim pandemi Covid-19 masih mendominasi.
Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat, ketiga komoditas tersebut mencapai 14,6 juta ton sepanjang Januari-September 2020.
"Impor produk pertanian dari tanaman pangan mencapai 52 persen dari total impor. Sementara olahan disumbang produk peternakan dan perkebunan,” kata Sekretaris Jenderal Kementan, Momon Rusmono di Jakarta, kemarin (17/11).
Sejatinya, kata Momon, impor pangan startegis selama strategis selama Januari-September 2020 mengalami penurunan. Misalnya, untuk jagung turun 1,07 juta ton dibanding tahun sebelumnya menjadi 911.194 ton dan impor singkong dari 281.646 ton menjadi 136.889 ton.
Selain itu, lanjut dia, impor gandum tercatat turun dari 8,37 juta ton selama Januari-September 2019 menjadi 8,00 juta ton pada periode yang sama tahun ini.
Sementara kenaikan pangan strategis terjadi pada kedelai dari 5,12 juta ton menjadi 5,71 juta ton. Bawang putih juga naik dari 261.721 ton menjadi 381.775 ton.
Momong mengusulkan, impor kedelai, tapioka dan gandum yang cenderung masih tinggi, agar masuk ke dalam kelompok barang yang dilarang atau dibatasi (lartas) importasinya.
Usulan lainnya, mengenai tata niaga tanaman pangan sebaiknya diatur dalam satu peraturan menteri dengan pengaturan impor melalui satu pintu kementerian atau lembaga.
Selanjutnya, izin importasi pangan dapat diputuskan melalui rapat koordinasi terbatas yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Juga peninjaun kembali tarif impor untuk komoditas pangan strategis seperti gandum, ubi kayu, dan memberlakukan bea masuk untuk kedelai.
Dengan demikian, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi menambahkan, para importir gandum diharapkan dapat mensubstitusi 5 persen bahan bakunya dengan produk lokal secara bertahap.
Adapun sejauh ini, impor gandum dikenai tarif sebesar 0 persen, tepung dari gandum dikenai bea impor 5 persen, tapioka 10 persen, dan kedelai dikenai tarif 0 persen.
“Hal ini untuk melindungi petani dan produksi di dalam negeri kami usulkan ada kebijakan seperti di atas. Misal untuk importir kedelai memberi bantuan kepada petani kedelai sebagai kompensasi impornya,” tukas Suwandi. (din/zul/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: