Pantau Kasus Nikita-Ustaz Maheer, LPSK Siap Beri Perlindungan kepada Nikita Mirzani

Pantau Kasus Nikita-Ustaz Maheer, LPSK Siap Beri Perlindungan kepada Nikita Mirzani

Intimidasi serta rencana pengepungan rumah selebriti Nikita Mirzani disayangkan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Polri berdasarkan kewajiban dan wewenang yang dimiliki, seyogyanya memastikan hak atas rasa aman seorang warga negara tidak terlanggar oleh ancaman yang berkembang.

Menurut Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi, narasi bernada intimidatif dan tindakan main hakim sendiri, sebaiknya dihindari. Jika hal itu terjadi, papar dia, hanya akan menimbulkan problem sosial dan hukum selanjutnya.

Apabila memang ada hukum yang dilanggar pihak lain, LPSK menyarankan menggunakan cara yang lebih bijak. Yakni membawanya ke kepolisian untuk diproses secara hukum,” kata Edwin lewat keterangan persnya, Minggu (15/11).

Saat ini, LPSK sedang memonitor perkembangan kasus yang menimpa Nikita Mirzani dan siap memberikan perlindungan bila memang dibutuhkan.

“Bagi pihak yang merasa terintimidasi, bahkan mendapatkan ancaman secara langsung, LPSK meminta yang bersangkutan untuk mengajukan permohonan ke LPSK. Nanti akan kita telaah bagaimana posisi kasusnya,” ucapnya.

Edwin berharap penegak hukum dapat mengambil Langkah-langkah antisipatif sehingga potensi gesekan antar kelompok di tengah masyarakat dapat dicegah. Menurut Edwin, cara-cara kekerasan bukanlah sebuah pilihan, karena mekanisme melalui mediasi dan penegakan hukum merupakan pilihan yang tersedia.

Dia mengimbau jika ada hak konstitusi sebagai warga negara yang terlanggar, dapat menggunakan proses hukum. Pun terhadap pihak yang merasa terintimidasi dan terancam keselamatan jiwanya, LPSK sangat terbuka untuk menerima permohonan perlindungan.

Pada sisi yang lain, meskipun kebebasan berpendapat dijamin oleh UU, Edwin juga mengimbau pada seluruh masyarakat Indonesia khususnya para individu yang kerap mendapat perhatian publik untuk juga memperhatikan aturan dan etika dalam menyampaikan pendapatnya di ruang publik.

“Kebebasan berpendapat juga dibatasi oleh aturan, sehingga dalam mengemukakan statement ke media sosial atau semisalnya, tidak boleh serta merta melakukan penghinaan dan ujaran kebencian, apalagi bila bersinggung dengan topik yang sangat sensitif saat ini seperti SARA,” tandasnya. (rmol/zul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: