Persiapan Belum Matang, Penerapan Pengganti UN Diminta Diundur
Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) mengusulkan, agar implementasi Asesmen Nasional (AN) pada April 2021 diundur hingga Oktober 2021 atau di 2022. Usulan itu didasari, dari persiapan program pengganti Ujian Nasional (UN) itu dinilai belum matang.
"Ada baiknya realisasi Asesmen Nasional ditunda hingga Oktober 2021 atau di 2022 kalau memang belum siap," kata Deputi Bidang Pendidikan dan Agama Kementerian PMK, Agus Sartono di Jakarta, Kamis (12/11).
Agus juga mengungkapkan, bahwa pembahasan Asesmen Nasional antara pihaknya dan Kementerian Pendidikann dan Kebudayaan (Kemendikbud) juga belum final. Menurutnya, masih banyak materi pembahasan yang belum rampung disepakati.
"Contohnya, jika sekarang menggunakan ujian kesetaraan, bagaimana untuk pendidikan yang paket A, B, C dengan UN tidak ada? kita kan kesulitan juga," ujarnya.
Terlebih lagi, Agus menilai bahwa penerapan AN berbasis daring di tengah pandemi bakal mengalami banyak kendala. Khususnya, di wilayah Indonesia yang tergolong terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).
"Selama internet kita belum menyeluruh (yang berbasis digital) itu belum bisa. Dan 3T akan terus jadi kendala," ucapnya.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Unifah Rosyidi juga menilai, bahwa informasi mengenai Asesmen Nasional masih belum jelas di masyarakat.
Menurutnya, hal itu dikarenakan belum ada sosialisasi masif dari Kemendikbud soal asesmen pengganti UN ini. Keterbatasan akses informasi ini juga membuat guru-guru tak paham seperti apa model pelaksanaan AN.
"Sebagian besar masyarakat masih menganggap Ujian Nasional (UN) dengan AN itu sama. Harusnya ada penjelasan yang lebih masif ke masyarakat, di mana bedanya, kok ada misleading," kata Unifah.
Unifah mengaku khawatir, dengan minimnya sosialisasi dari Kemendikbud ini malah akan memunculkan pihak-pihak yang memanfaatkan situasi dengan memperjual-belikan buku kiat lolos dan lulus Asesmen Nasional seperti layaknya di era Ujian Nasional.
"Kurang masifnya sosialisasi justru akan mengancam implementasi AN itu sendiri. Alih-alih meningkatkan kualitas pendidikan, AN bisa saja justru menjadi berantakan," ujarnya.
Sementara itu, terkait upaya digitalisasi pendidikan, Unifah menyebut bahwa hal itu akan sulit terwujud tanpa adanya perbaikan infrastruktur. "Infrastruktur dasar seperti listrik dan internet di daerah terpencil dulu dipikirkan, setelah itu baru ngomong digitalisasi sekolah," tegasnya.
Selain permasalahan infrastruktur, lanjut Unifah, kemampuan guru manfaatkan teknologi juga dinilai masih menjadi sebuah masalah. Menurutnya, pemerataan literasi digital juga harus dibenahi sebelum masuk pada ide digitalisasi pendidikan.
"Kemampuan guru dalam digitaliasi juga belum merata. Banyak yang belum sampai jaringannya, Jadi Indonesia tidak bisa full dengan digitalisasi," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: