Cegah PHK dan Pengangguran, Bupati Tegal Minta Besaran Kenaikan Cukai Rokok Ditinjau Ulang

Cegah PHK dan Pengangguran, Bupati Tegal Minta Besaran Kenaikan Cukai Rokok Ditinjau Ulang

Rencana Pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau 2021 mendatang antara 13-20 persen ditanggapi beragam. Salah satu di antaranya oleh Bupati Tegal Umi Azizah, Selasa (3/11) lalu.

Menurut Umi, dia mendukung rencana kenaikan cukai rokok tersebut untuk menambah penerimaan kas negara, dan mengurangi tren peningkatan konsumsi rokok. Utamanya di kalangan remaja dan perempuan.

Hanya saja, Umi berharap, besaran kenaikan tarif cukai rokok 2021 bisa dikaji ulang di angka yang lebih moderat, tidak terlalu tinggi. Tujuannya, papar Umi, agar imbasnya pada ketenagakerjaan tidak sampai menimbulkan pemutusan hubungan kerja buruh (PHK) pabrik rokok, karena produksinya akan ikut turun.

Umi mengatakan menjaga hak pekerja untuk hidup layak di tengah pandemi Covid-19 ini, memang tidak mudah, serba dilematis. “Di saat daya beli masyarakat menurun akibat pembatasan sosial dan perlambatan ekonomi, alangkah baiknya bila kebijakan yang diambil tidak menimbulkan kontraksi pada aspek lain yang justru sedang kita jaga keberlangsungannya, yaitu ketenagakerjaan,” katanya saat dimintai keterangan di ruang kerjanya.

Umi pun mengungkapkan, saat ini ada sekitar 1.800 orang tenaga kerja yang bekerja di pabrik sigaret kretek tangan (SKT) dan menjadi tumpuan hidup ribuan anggota keluarga lainnya di Kabupaten Tegal.

Dia mengkhawatirkan, kenaikan tarif cukai rokok yang terlalu tinggi akan berdampak pada pengurangan tenaga kerja yang itu berarti kontribusi bagi peningkatan jumlah pengangguran di wilayahnya.

Menurut Umi, tingkat pengangguran terbuka di wilayahnya sebelum terjadi pandemi saja sudah di angka 8,21 persen atau tertinggi di Jawa Tengah. Upayanya menekan angka pengangguran adalah meningkatkan serapan tenaga kerja dengan membuka investasi industri padat karya dan menjaga kelangsungan kerja penduduknya.

Untuk itu, pihaknya pun telah menyurati Menteri Keuangan agar meninjau ulang besaran kenaikan cukai rokok yang sekiranya tidak berdampak pada pengurangan karyawan pabrik rokok, utamanya SKT yang berbasis industri padat karya.

“Setidaknya, dalam situasi krisis ini yang kita perhatikan adalah keberlangsungan tenaga kerjanya dulu. Lagi pula, kenaikan cukai rokok tidak secara signifikan melindungi anak dan remaja dari ancaman kesehatan akibat mengonsumsi rokok. Buktinya, cukai rokok terus naik tiap tahun, tapi jumlah perokok pemula dan perempuan semakin bertambah,” ujar Umi.

Maka, lanjut Umi, faktor keluarga dan lingkunganlah yang harus diintervensi lebih kuat. Sehingga, untuk menekan perokok usia dini, kampanye bahaya rokok lewat jalur pendidikan formal dan informal seperti pendidikan lingkungan dan keluarga lebih dikedepankan, lalu pemberantasan cukai rokok ilegal, pembatasan iklan rokok di media luar ruang, media sosial, dan acara-acara hiburan serta event olahraga.

“Saya rasa cara ini lebih efektif jika tujuannya menekan konsumsi rokok di kalangan remaja, anak-anak dan perempuan ketimbang menaikkan cukai rokok,” pungkasnya. (guh/zul)

Sumber: