Jokowi-Maruf Sudah Setahun Memimpin, Sektor Pendidikan Nasional Masih Jalan di Tempat
Sejumlah problem sektor pendidikan dinilai masih menyisakan pekerjaan rumah yang besar bagi kepemimpinan pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin dalam usia genap satu tahun pada tanggal 20 Oktober 2020 kemarin.
Parahnya lagi, hantaman badai pandemi covid-19 turut meluluhlantahkan kegiatan siswa di sekolah. Tak ayal, pemerintah pun mengubah sistem belajar mengajar dengan Pembelajaran Jarak Jauh atau daring.
Ketika program itu berjalan, masalah demi masalah mulai bermunculan, dari mulai minimnya infrastruktur pendukung hingga sulitnya akses internet di setiap daerah. Dan banyak lagi persoalan pendidikan yang kini masih menjadi polemik.
Lantas, bagaimana para pemangku kepentingan pada dunia pendidikan menyoroti kinerja Joko Widodo-Ma'ruf Amin dalam usia genap satu tahun ini. Khususnya, peran seorang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makariem sebagai penentu dari pengambil kebijakan.
Pengamat pendidikan Indra Charismiadji menilai, dalam usia satu tahun pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin dalam sektor pendidikan belum ada kebaruan dari program yang dibuat. Artinya, ada program yang hanya berganti nama saja, tetapi anggarannya bertambah.
Menurutnya, beberapa program hingga kebijakan yang dikeluarkan Mendikbud (Nadiem Makariem), mulai dari penghapusan Ujian Nasional (UN), Sekolah Penggerak, Guru Penggerak, Program Organisasi Penggerak (POP), maupun penyederhanaan kurikulum hanya merujuk program-program lama dan sekadar berganti nama.
Mendikbud Nadiem Makarim sendiri mengusung program Merdeka Belajar. Belakangan diketahui, nama itu sudah dipatenkan oleh swasta. Mereka, menurut Indra, menjalankan program yang sama dengan Organisasi Penggerak dan Komunitas Organisasi Pendidikan (KOP).
"Program dan kebijakan tersebut bukan inovasi terbaru. Apa perbedaannya program Mendikbud sekarang dengan sekolah inti, rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI), dan sekolah rujukan yang merupakan program Mendikbud pada periode-periode sebelumnya," kata Indra di Jakarta, Rabu (21/10).
Indra menyebutkan, bahwa sebuah organisasi riset pendidikan asal Inggris, Centre for Education Economics, dalam Annual Research Digest 2017-2018, membuat kajian tentang sistem pendidikan Indonesia. Judul kajiannya: 15 years of education in Indonesia: rising enrolment and flat learning profiles.
Kajian itu menyebutkan, bahwa selama 15 tahun tidak ada perkembangan dalam mutu pendidikan Indonesia. Hal itu disebabkan karena sikap komplasen bangsa Indonesia terhadap dunia pendidikan.
"Semua orang menganggap baik-baik saja. Padahal, jika kita melihat hasil PISA, kondisi Indonesia berada pada posisi yang sangat memprihatinkan," ujarnya
Saat ini, kata Indra, Indonesia mendapatkan skor PISA 379 untuk numerasi dibandingkan rata-rata negara-negara yang masuk Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) di angka 489. Untuk sains, Indonesia mendapatkan skor 396 sedangkan rerata negara-negara OECD yakni 489.
"Kondisi saat ini SDM Indonesia jauh dari kata unggul karena berada jauh dibawah rata-rata negara lain," ucapnya.
Menurut Indra, jika Indonesia mengharapkan perubahan dari kualitas SDM menjadi unggul, program-program pendidikan harus berubah secara substansi bukan sekedar ganti nama saja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: