1.900 Rumah Sakit Tagih Negara Bayar Penanganan Covid-19 Rp12 Triliun
Selain itu, RS Jogja juga mengoptimalkan anggaran rumah sakit dengan efisiensi anggaran karena pembayaran klaim yang belum dilakukan secara penuh tersebut juga berdampak pada menurunnya pendapatan.
“Di satu sisi, jumlah pasien yang datang ke RS Jogja berkurang karena dampak COVID-19, tetapi di sisi lain pasien COVID-19 membutuhkan biaya yang cukup tinggi tetapi klaim tidak segera dicairkan,” katanya.
Klaim diajukan ke Kementerian Kesehatan dan proses verifikasi dilakukan oleh BPJS Kesehatan.
“Terakhir kali kami mengajukan klaim adalah pada Oktober. Sudah dilakukan komunikasi dan konfirmasi ke BPJS yang kemudian menyebut ada berkas yang ‘dispute’,” katanya.
Sementara terkait tudingan rumah sakit meng-COVID-kan pasien untuk mendapat keuntungan, dibantah Tonang Dwi Ardyanto dari Kompartemen Jaminan Kesehatan Pengurus Pusat Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI). Ditegaskannya, pihak rumah sakit selalu berkoordinasi dengan pihak keluarga terkait penyakit yang diderita pasien.
"RS menjelaskan soal General Concent, isinya mengenai pasien dan keluarga setuju ditangani dengan prosedur COVID-19 pas masuk, termasuk konsekuensi soal pembiayaan. Bagaimana kalau nanti meninggal, itu kita jelaskan," katanya.
General Concent atau persetujuan dari pasien atau keluarga biasanya dilakukan di awal perawatan. Sedangkan terkait COVID-19, dilakukan setelah ada keputusan diagnosis awal sebagai suspek atau probable.
"Tapi kadang masyarakat salah sangka mengira RS mendorong-dorong, memaksa-maksa, membujuk, dengan pemahaman mereka bahwa pasien harus COVID-19 biar nggak bayar. padahal sebetulnya kalau COVID-19 memang kewajiban pemerintah untuk menanggung," jelasnya.
Dicontohkannya, jika ada pasien korban kecelakaan datang ke UGD dengan kondisi Death on Arrival atau datang dalam keadaan meninggal. Maka RS wajib memastikan dugaan kematian.
Dikatakannya, penyebab kematian tetap kecelakaan, namun karena saat ini dalam kondisi wabah, RS harus melakukan penyelidikan epidemiologi untuk memastikan apakah pasien sebelum meninggal memiliki gejala atau pernah kontak dekat dengan pasien COVID-19.
"Kalau ada, maka kami memasukkan di penanganan dengan koridor COVID-19. Ini bukan berarti 'kok kecelakaan tapi di-COVID-kan. Nggak. Tetap kecelakan tapi status pemakamannya dengan tujuan menghindari penularan dengan cara prosedur COVID-19," jelasnya.
Ditegaskannya, dalam kondisi pandemi seperti ini, rumah sakit hanya mendapat penggantian biaya sebatas pemulasaraaannya saja. Ia juga mengatakan tidak benar kalau ada yang mengatakan jika ada pasien COVID-19 yang datang meninggal, RS bisa memperoleh keuntungan.
"Pengajuan klaim pembayaran pasien COVID-19 harus dilakukan berdasarkan assesmen klinis. Rumah sakit yang memberikan pelayanan tidak sesuai tata kelola pelayanan tidak akan diberikan klaim penggantian biaya pasien COVID-19. Itu ada aturannya di KMK, jelas bahwa RS hanya mendapat penggantian biaya pemulasaraannya saja," katanya. (gw/zul/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: