Dituding Rugikan Negara Rp60 Miliar, Pengacara Rahardjo: KPK Dzalim Besar-besarkan Kerugian Negara
Pihak Direktur Utama PT Compact Microwave Indonesia Teknologi (CMIT) Rahardjo Pratjihno berencana mengajukan banding atas vonis lima tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
KPK dinilai telah dzalim dengan membesar-besarkan kerugian negara terhadap Rahardjo. Rahardjo divonis lantaran terbukti bersalah memperkaya diri atau korupsi senilai Rp15 miliar dalam proyek Bakamla RI tahun anggaran 2016.
"Kami juga akan mengajukan banding, tapi terserah Pak Rahardjo mau pakai saya atau tidak," ujar Tim Penasihat Hukum Rahardjo, Saut Edward Rajagukguk kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Jumat (16/10).
Saut beralasan KPK telah mendzalimi Rahardjo dengan menahan kliennya itu atas tuduhan merugikan keuangan negara sebesar Rp60 miliar lebih terkait proyek pengadaan Backbone Coastal Surveillance System (BCSS) yang terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System (BIIS).
"Yang jelas KPK sudah mendzolomi klien kami dengan mengatakan bahwa Rahardjo merugikan negara Rp60 miliar lebih bahkan ditahan. Padahal menurut hakim bahwa kerugian negara hanya Rp15 miliar," kata Saut.
Rahardjo divonis hukuman selama lima tahun penjara dan denda Rp600 juta subsider enam bulan kurungan. Vonis itu dijatuhkan majelis hakim karena berkeyakinan Rahardjo telah memperkaya diri sendiri senilai Rp15 miliar dari proyek Bakamla.
Akibatnya, Rahardjo turut dijatuhkan pidana uang pengganti sebesar Rp15 miliar. Nilai korupsi Rahardjo itu berbeda jauh dengan tuntutan jaksa yang menyatakan terdakwa telah merugikan keuangan negara senilai Rp60 miliar lebih.
"Menimbang, majelis hakim berpendapat perbuatan terdakwa selaku Dirut PT CMIT, yang memiliki commitment fee, yakni karena progres fisik baru mencapai 80 persen senilai Rp78 miliar lebih, belum mencapai 88 persen, sebagaimana berita acara 10 Desember. Bahwa perbuatan terdakwa tersebut adalah melawan hukum yang dapat merugikan keuangan negara Bakamla RI sejumlah Rp15.014.122.595," jelas hakim saat membaca pertimbangan putusan.
Majelis hakim merinci, kerugian negara Rp15 miliar itu didapat dari pemberian commitmen fee kepada Ali Fahmi alias Fahmi Al Habsyi sebesar Rp3,5 miliar. Sementara sisanya, Rp11,5 miliar, diperoleh dari permainan data proyek Bakamla yang dilakukan Rahardjo.
Hakim juga menjelaskan, dalam perhitungan ini, dipertimbangkan adanya biaya lain terkait produksi di Bakamla yang sudah berjalan.
"Menimbang bahwa nilai pengerjaan terdakwa selaku Dirut CMIT adalah senilai Rp138.505.920 tapi karena dilakukan pembayaran Rp150 miliar seolah-olah padahal PT CMIT belum mencapai prestasi 81%, maka majelis hakim berpendapat ada kerugian dan memperkaya diri terdakwa yaitu Rp11.514.120.595," kata hakim.
Menanggapi putusan itu, baik Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun tim penasihat hukum Rahardjo mengaku akan memanfaatkan jatah waktu untuk pikir-pikir selama tujuh hari untuk mempertimbangkan upaya hukum banding.
Meski begitu, sama halnya dengan pihak Rahardjo, JPU KPK juga berencana akan banding atas putusan hakim tersebut. Namun, KPK akan terlebih dahylu mempelajari putusan hakim.
"Memang tadi dalam putusan majelis hakim beda dengan tuntutan JPU ada Rp60 miliar sekian bahwa penghitungan yang dilakukan majelis hakim memang hakim punya penilaian, namun karena kami dikasih waktu pikir-pikir, kami diskusi lagi akan ada upaya hukum lanjutan untuk menghitung upaya kerugian keuangan," ujar JPU KPK Takdir Suhan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: