Larang Mahasiswa Demo UU Cipta Kerja, Dirjen Dikti Diminta Cabut Imbauan
"Kami mendesak Dirjen Pendidikan Tinggi, mencabut surat imbauannya. Kami juga mendesak rektor perguruan tinggi seluruh Indonesia menolak imbauan tersebut. Kami menolak segala bentuk intervensi politik yang sekadar melayani kepentingan penguasa," tegasnya.
Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim menilai surat tersebut sebagai kontradiktif dengan imbauan Kemendikbud yang meminta kampus menyosialisasikan UU Cipta Kerja. Sebab Draf Final UU Ciptakerja hingga saat ini tidak bisa diakses baik oleh kalangan akademisi, aktivis masyarakat sipil, bahkan oleh publik pada umumnya.
“Apalagi ditambah keterangan DPR jika draf tersebut belum final, lantas yang disahkan ketika Sidang Paripurna itu apa? Jadi apanya yang harus disosialisasikan oleh universitas?” ungkapnya.
Dikatakannya, Kemendikbud sudah membuat program ‘Merdeka Belajar’ dan ‘Kampus Merdeka’, bahkan jadi slogan dimana-mana. Adanya intervensi tersebut menjadikan kampus tidak lagi merdeka. ‘Kampus Merdeka’ tak ubahnya hanya sekadar jargon, di saat Kemendikbud mencabut kemerdekaan akademik universitas sebagai lembaga yang berfungsi mengembangkan nalar kritis.
“Ini adalah bukti bahwa kebijakan Kemendikbud kontradiktif. Di satu sisi Kemendikbud membuat kebijakan ‘Kampus Merdeka’, namun di sisi lain memasung kemerdekaan kampus dalam menjalankan fungsi kritisnya sebagai wujud ‘Kampus Merdeka’,” tegasnya.
Dikatakannya, seharusnya menyiapkan generasi-generasi muda yang berperan sebagai intelektual organik, intelektual yang senafas dengan rakyat, betul-betul merasakan apa yang dirasakan para buruh, masyarakat adat dan lainnya terhadap UU Cipta Kerja ini.
Terlebih, mahasiswa belajar tidak hanya di ruang kuliah yang terbatas tembok. Mahasiswa juga belajar di lingkungan masyarakat itu sendiri. Mengikuti aksi demonstrasi adalah bagian dari laboratorium sosial mahasiswa sebagai agen perubahan.
“Menjauhkan mahasiswa dari rakyat, sama saja menjauhkan ikan dari lautan luas,” katanya.
Salim mengatakan seharusnya Kemendikbud mengapresiasi langklah yang dilakukan mahasiswa sebagai wujud aspirasi dan ekspresi terhadap langkah-langkah Pemerintah dan DPR yang abai terhadap aspirasi rakyat.
“Semestinya Kemendikbud beri apresiasi kepada para mahasiswa yang sedang melakukan aktivitas kritisnya kepada DPR, karena demikianlah tugas seorang intelektual. Walaupun tidak dengan merusak fasilitas umum misalnya,” ungkapnya.
Sementara Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) Arif Satria mengajak kampus menjaga kondusivitas civitas akademika agar aman dari COVID-19.
“FRI mengimbau kepada para pimpinan perguruan tinggi dan civitas akademika untuk selalu menjaga kondusivitas kampus agar kegiatan akademik dan pembelajaran dapat berjalan dengan baik, khususnya di masa pandemi COVID-19 ini,” katanya.
Rektor IPB University juga mengajak para akademisi dan mahasiswa untuk selalu peduli dengan persoalan bangsa dengan senantiasa mengedepankan gerakan intelektual berdasarkan akal sehat, pemahaman yang utuh dan kajian kritis-obyektif.
FRI, berharap proses pengesahan UU Cipta Kerja yang menimbulkan gejolak dapat menjadi bahan pelajaran bahwa setiap pihak harus memperkuat modal sosial berupa rasa saling percaya seluruh komponen bangsa.
Terkait aksi protes UU Cipta Kerja, Arif menyayangkan adanya sebagian aksi unjuk rasa yang anarkis sehingga mengganggu ketertiban masyarakat dan merusak fasilitas umum.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: