100 Dokter Meninggal, DPR: Tenaga Medis Covid-19 Harus Dapat Jaminan Keselamatan
"Misalnya menghitung berapa jumlah dokter spesialis penyakit dalam, dokter paru, dan dokter umum. Termasuk ketersediaan kapasitas tempat tidur hingga peralatan yang ada di rumah sakit," terangnya.
Selain itu, juga perlu menghitung eskalasi penambahan jumlah pasien di suatu wilayah. Misalnya Jakarta dengan tingkat hunian 74 persen. Pertimbangan langkah pergantian tersebut karena jumlah kematian tenaga medis yang telah mencapai 100 orang.
IDI, lanjutnya, akan melakukan analisa pola penyebaran COVID-19 pada tenaga medis. "Ini penting bagaimana kami membuat sebuah langkah untuk melakukan perlindungan dan keselamatan tenaga medis," ucap Adib.
IDI akan melihat lebih jauh apa saja penyebab kematian 100 dokter di Tanah Air selain terpapar COVID-19. Hal itu bisa merujuk kepada potensi-potensi risiko di dalam pelayanan maupun komunitas. Termasuk apakah ada faktor komorbiditas.
"Sebab dari data yang meninggal, ada juga tenaga medis yang tidak melakukan penanganan secara langsung. Jadi ini yang akan kita analisa adalah pola penyebaran yang terjadi," urainya.
Secara umum, kematian tenaga medis akibat COVID-19 tidak hanya semata-mata karena alat proteksi diri. Namun, persoalan tersebut lebih terkait kepada standarisasi sistem pelayanan dan regulasi selama pandemi COVID-19.
Termasuk, persoalan beban kerja yang harus dikerjakan oleh dokter atau tenaga medis dalam melayani pasien COVID-19. "Ini juga menyangkut jam kerja dan jam istirahat yang dibutuhkan. Inilah yang harus dibuatkan sebuah regulasi yang bagus supaya bisa mengatur jam kerjanya. Seharusnya, di masa pandemi ini bukan menambah beban kerja tenaga medis. Namun, mengatur beban kerja," pungkas Adib. (rh/zul/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: